VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Cerita di Balik Perintah Jokowi Turunkan Harga Obat kepada Kepala BPOM
"... Bapak Presiden mengatakan harga obat di negeri kita kok sampai 400 persen lebih mahal. Dibanding, pembandingnya apa? Malaysia dan Singapura"
Penulis: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menceritakan pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Hal itu disampaikan Taruna Ikrar saat sesi wawancara eksklusif dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu D Ambarita di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Presiden Jokowi sebelumnya menyampaikan kepada Taruna Ikrar bahwa harga obat di Indonesia bisa lebih mahal 400 persen dibanding di luar negeri.
"Kenyataannya Bapak Presiden mengatakan harga obat di negeri kita kok sampai 400 persen lebih mahal. Dibanding, pembandingnya apa? Malaysia dan Singapura."
"Bahkan dengan negeri yang sedikit jauh dari kita, misalnya India, itu bisa sampai 7 kali lipat," ujar Taruna Ikrar.
"Itu kan kenapa bisa terjadi? Dan bisa nggak membantu ikut menormalkan itu? Jadi saya menganggap karena Bapak Presiden memanggil saya dan secara spesial dia jelaskan itu, berarti saya menganggap ini instruksi Bapak Presiden dong," jelas Kapala BPOM yang baru dilantik pada Senin (19/8/2024) lalu itu.
Setelah pertemuan itu, ia langsung mengumpulkan jajarannya hingga stakeholder terkait obat untuk mengidentifikasi dan memetakan persoalan kenapa harga obat begitu mahal di Indonesia.
Dari situ, Kepala BPOM menyebut ditemukan ada empat faktor penyebab harga obat mahal di Indonesia.
Pertama, ia mengungkap, obat-obat seperti obat penurun trigliserida, obat yang berhubungan dengan insulin, obat untuk diabetes, kemudian sebagian obat-obat yang berhubungan dengan kardiovaskuler, itu mahal karena bahan bakunya mayoritas berasal dari impor.
Mahalnya harga obat ini karena 94 persen bahan bakunya masih berasal dari impor.
Meski obatnya diproduksi di Indonesia, harganya tetap mahal karena biaya bahan bakunya yang tinggi.
Kedua, kata dia, jumlah perusahaan produsen obat yang masih minim. Sehingga produksi obat di dalam negeri tidak mencukupi.
Dari laporan yang ia dapat, di Indonesia terdapat 240 perusahaan farmasi, tetapi hanya 190 yang aktif.
Jadi, akibat dari produksi terbatas, harga pun mengalami kenaikan.