Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

18 Orang Gugat PP Izin Tambang Ormas Keagamaan Ke MA, Ada Putri Bungsu Gus Dur

Enam lembaga dan 12 individu yang tergabung dalam Tim Advokasi Tolak Tambang menggugat PP soal izin tambang bagi Ormas.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in 18 Orang Gugat PP Izin Tambang Ormas Keagamaan Ke MA, Ada Putri Bungsu Gus Dur
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah Wahyu Agung Perdana bersama Tim Advokasi Tolak Tambang usai mengajukan permohonan uji materi kepada MA terkait PP yang memberikan izin kepada organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan untuk mengelola tambang di depan Gedung MA Jakarta Pusat pada Selasa (1/10/2024). 

"Karena pertambangan itu adalah abnormally dangerous activity, dia adalah kegiatan yang pasti merusak lingkungan meskipun dibungkus dengan cara pertambangan yang baik, pertambangan yang hijau, pertambangan yang melestarikan lingkungan. Itu hanya bungkusan saja," sambung dia.

Selain itu, kata dia, PP tersebut juga dinilai bertentagan dengan UU HAM.

Dalam hal ini, kata dia, terkait jaminan hak atas lingkungan yang lestari yang diatur dalam UU HAM.

"Ada UU HAM yang menjamin hak atas lingkungan yang lestari, dan lain sebagainya," kata dia.

Salah satu dalil yang dikemukakan dalam permohonan tersebut, kata dia, antara lain adalah PP tersebut akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi wilayah tambang.

Hal tersebut, kata dia, karena izin tambang bagi Ormas keagamaan berpotensi digunakan untuk membungkam pihak-pihak yang dianggap membahayakan bagi pemerintah.

"Ini kan adalah preseden bahwa lahan tambang adalah alat transaksi. Ketika nanti ada kebutuhan lagi untuk membungkam entitas-entitas tertentu yang dirasa "membahayakan" ya mereka akan berusaha mencari lagi kuenya. Mencari lagi lahan tambangnya di mana lagi," kata dia.

Berita Rekomendasi

"Apalagi sekarang dengan UU Cipta Kerja yang tadinya wilayah izin usaha pertambangan itu dibatasi, sekarang dengan UU Cipta Kerja itu diubah, wilayah izin usaha pertambangan itu adalah termasuk seluruh wilayah negara Indonesia," sambung dia.

Di sisi lain, kata dia, berdasarkan pengalaman yang ada lahan-lahan tambang yang sudah ada saat ini cenderung berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya.

Ia mencontohkan pengalamannya mengadvokasi masyarakat di wilayah tambang yang ada di Kalimantan Selatan maupun Sulawesi.

Masyarakat di sana, kata dia, justru khawatir dan takut.

"Kenapa? Karena ketika pemerintah memberikan izin usaha tambang kepada perusahaan di atas tanah milik warga, meskipun UU-nya mengatakan itu harus dilepaskan lebih dulu, tapi kan praktiknya tidak seperti itu," kata dia.

"Praktiknya mereka dipaksa, diusir dengan ganti rugi yang seadanya. Ketika mereka lapor ke aparat kepolisian, ke penegak hukum, ternyata penegak hukum sudah terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan oligarki. Ke mana mereka harus mengadu?" sambung dia.

Sebelumnya, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah resmi memutuskan menerima izin usaha pertambangan atau izin tambang yang ditawarkan pemerintah dalam Rapat Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Yogyakarta pada Minggu (28/7/2024).

Muhammadiyah menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan kedua yang menerima izin tambang, setelah sebelumnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerimanya.

PBNU bahkan telah membuat perseroan terbatas (PT) untuk mengurusi pengelolaan tambang.

PT tersebut akan berada di bawah tanggung jawab Bendahara Umum PBNU.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan tidak sepakat apabila keputusan pemerintah memberikan izin pengelolaan tambang kepada Ormas Keagamaan disebut melanggar Undang-Undang Dasar.

Menurutnya pemberian izin Kelola kepada Ormas Keagamaan justru merupakan perintah UUD Pasal 33 untuk pemerataan kesejahterahan.

Bahlil juga menegaskan tidak ada pelanggaran aturan dalam pemberian izin kelola tambang kepada Ormas Keagamaan.

Ia juga mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara terdapat ketentuan mengenai pemberian skala prioritas.

"Jadi nggak ada (melanggar). Itu lewat mekanisme rapat, mekanisme pertemuan-pertemuan rapat dengan kementerian teknis, dan diputuskan rapat terbatas (ratas)," kata Bahlil di Istana Kepreisdenan Jakarta pada Senin (10/6/2024).

"Dan Ratas itu salah satu forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat pemerintahan karena dipimpin presiden dan itu merupakan produk hukum, dan ini sudah melewati proses verifikasi dikaji oleh Kemenkumham dan Jaksa Agung," sambung dia.

Selain itu, kata dia, izin kelola tambang tersebut diberikan kepada bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Oleh karenanya Bahlil kembali menegaskan bahwa tidak ada aturan yang ditabrak dengan pemberian izin tersebut.

"Masa pemerintah nabrak aturan. kita kan pembuat aturan," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas