Komnas HAM Minta DPR 2024-2029 Prioritaskan Produk Legislasi Hak Asasi Manusia yang Tertunda
Komnas HAM berharap anggota DPR periode 2024-2029 dapat memprioritaskan beberapa produk legislasi terkait hak asasi manusia yang masih tertunda.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap anggota DPR periode 2024-2029 dapat memprioritaskan beberapa produk legislasi terkait hak asasi manusia yang masih tertunda pembahasannya.
Beberapa produk legislasi itu di antaranya: RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Masyarakat Adat, Revisi UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan (OPCAT).
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya juga mendorong penguatan partisipasi publik dalam proses maupun substansi penyusunan legislasi ke depan.
“Di dalam penyusunan produk legislasi, DPR agar senantiasa mengarusutamakan HAM dalam setiap produk legislasi, khususnya legislasi terkait pembangunan dan investasi yang juga erat terkait atau dapat berdampak terhadap HAM,” ujar Atnike melalui keterangannya, Rabu (2/10/2024).
Komnas HAM juga meminta agar DPR untuk memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan tugas kementerian dan lembaga yang berkaitan erat dengan HAM, seperti terhadap aparat penegak hukum, salah satuya.
Langkah ini disebut Atnike akan memperkuat penyelenggaraan pemerintah dan juga penghormatan sektor bisnis terhadap HAM guna pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM bagi seluruh warga.
Lebih lanjut, Komnas HAM juga meminta adanya perhatian khusus DPR terhadap beberapa isu dan situasi HAM.
Salah satunya adalah perlunya perhatian khusus terhadap situasi dan upaya penyelesaian konflik di Papua.
Baca juga: Pengamat Menilai Sulit Menggantungkan Harapan Publik pada Pimpinan DPR, Ini Sebabnya
Selain itu DPR juga diharapkan agar dapat memberikan dukungan bagi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, baik melalui mekanisme yudisial maupun non yudisial.