Jimly Mengaku Miris Dengar Keluh Kesah Hakim: Saya Tidak Tahu Tak Ada Kenaikan Gaji Sejak 2012
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie merasa miris mendengar keluh kesah para hakim yang datang menemuinya, Selasa (8/10/2024).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie merasa miris mendengar keluh kesah para hakim yang datang menemuinya, Selasa (8/10/2024).
Untuk diketahui, hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) beraudiensi ke Jimly School of Law and Government, Menteng, Jakarta Pusat.
Hakim yang menggaungkan aksi mogok massal dari 7-11 September 2024 menuntut kenaikan gaji ini mendatangi Jimly untuk meminta saran dan masukan serta berbagi pengalaman kerja.
“Saya menerima kedatangan tamu. Hakim-hakim muda yang penuh idealisme. Miris gitu mendengar keluh-kesah mereka,” ujar Jimly kepada wartawan saat ditemui usai audiensi.
Ia mengatakan, dunia hakim punya pengalaman yang khas dalam sejarahnya sampai akhirnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diteken Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012.
Baca juga: Jimly Asshiddie: Gaji Hakim Harus Lebih Tinggi dari Kepala Daerah dan Anggota DPRD
Namun, di satu sisi, Jimly mengaku tidak tahu menahu soal tidak ada perubahan atas PP tersebut sejak 2012, termasuk gaji hakim yang tidak ada kenaikan.
”Nah, tapi rupanya saya sendiri tidak tahu bahwa sesudah 2012 sampai sekarang 2024, belum pernah ada lagi evaluasi. Enggak ada kenaikan selama 12 tahun,” tuturnya.
Jimly mengapresiasi upaya para hakim dalam proses mereka menuntut haknya.
Ia pun berharap pemerintah dapat memberikan atensi atas upaya para hakim
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama ini menekankan ihwal pentingnya kesejahteraan hakim.
Baca juga: Prabowo Menelepon Dasco saat Audiensi DPR: Janji Naikkan Gaji Hakim, Disambut Tepuk Tangan
“Mudah-mudahan pemerintah yang akan datang, itu bisa memberi perhatian. Pentingnya untuk soal kesejahteraan,” katanya.
Jimly Asshiddiqie pun berharap dengan adanya aksi mogok massal hakim tidak mengganggu proses peradilan.
“Jadi idealnya saya anjurkan para hakim semuanya, justice delayed (is) justice deny. Jadi jangan ada kasus-kasus peradilan yang terbengkalai. Itu idealnya begitu,” kata Jimly.
Pernyataan yang ia sampaikan itu adalah sebuah bentuk prinsip hukum yang menyatakan jika ganti rugi hukum atau ganti rugi yang adil kepada pihak yang dirugikan tersedia, tetapi tidak datang tepat waktu, maka secara efektif sama saja dengan tidak ada pemulihan sama sekali.
Ia pun menganjurkan agar mogok massal yang dilakukan dengan mengambil masa cuti kerja dapat dikalkulasi dengan baik para hakim.
“Jadi kalau mau yang cuti ini, hitung-hitung dengan teman-teman. Tiga orang majelis, satu saja yang cuti dengan semuanya,” katanya.
”Supaya perkara tetap ditangani. Jadi jangan ada yang terbengkalai. Tidak boleh ada yang tertunda,” ucapnya.
Sebagai informasi, saat ini ribuan hakim se-Indonesia tengah melakukan aksi mogok kerja dari tanggal 7-11 September.
Mereka menuntut hak atas kesejahteraan, termasuk kenaikan gaji sebanyak 142 persen.
Dalam aksinya, para hakim berkumpul di Jakarta untuk melakukan audiensi ke beberapa pihak mulai dari DPR, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kementerian Keuangan, hingga Badan Perencanaan Nasional.
Selain itu, mereka juga bertemu dengan sejumlah tokoh seperti Jimly hingga Ketua Komisi Yudisial 2005-2010 M Busyro Muqoddas.