KPK Selisik Kronologis dan Prosedur Pembayaran Tanah di Rorotan Jakarta Utara yang Berujung Korupsi
KPK menyelisik kronologis dan prosedur pembayaran tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik kronologis dan prosedur pembayaran tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Penggalian informasi dilakukan penyidik KPK ketika memeriksa empat saksi pada Jumat (18/10/2024) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan.
Empat saksi dimaksud yaitu, Joni, Wakil Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) periode 2019–2021; Lilik Panca Laksana, Karyawan Swasta; Mohamad Wahyudi Hidayat, Senior Manajer Divisi Keuangan dan Akuntansi Perumda Pembangunan Sarana Jaya; dan Arif Bahtiar Suyatno, Staf Finance PT Totalindo Eka Persada Tbk.
"Saksi didalami terkait kronologis dan prosedur pembayaran tanah Rorotan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2024).
Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.
Baca juga: KPK Periksa Pejabat Pemprov DKI di Kasus Tanah Rorotan, Ini yang Ditelusuri
Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu.
Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah.
Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar.
Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.
"Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan, Siapa Saja Mereka?
Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan.
Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.