Terungkap di Sidang Korupsi Emas, Broker Eksi Anggraeni Marah Saat Gerak-geriknya Terpantau CCTV
Broker Eksi Anggraeni disebut marah lantaran tak nyaman gerak-geriknya terpantau CCTV di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam Tbk.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap di persidangan, broker Eksi Anggraeni disebut marah lantaran tak nyaman gerak-geriknya terpantau CCTV di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam Tbk.
Atas dasar tersebut Eksi pun memerintahkan eks General Manager (GM) PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena untuk menyuruh anak buahnya mencabut CCTV yang terpasang di BELM Surabaya 01 tersebut.
Padahal CCTV itu baru dipasang pada 19 Juli 2018.
Namun terpaksa dicabut sehari setelahnya yakni 20 Juli 2018.
Adapun fakta itu diungkapkan mantan Supervisor Security System Control UBPP LM PT Antam Tbk, Andi Asmara saat hadir sebagai saksi di sidang kasus korupsi rekayasa jual beli emas Antam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini crazy rich Surabaya Budi Said dan mantan GM PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena.
Baca juga: Terungkap di Persidangan, Crazy Rich Budi Said Lakukan Ratusan Transaksi Mencurigakan Emas Antam
Mulanya Ketua Majelis Hakim Toni Irfan bertanya pada Andi perihal pengawasan CCTV di Butik Surabaya 01.
"Yang memerintahkan saudara untuk melakukan pengawasan pemasangan (CCTV) di Butik Surabaya siapa?," tanya Hakim Toni.
"Pak Paiman pak," kata Andi.
Paiman sendiri merupakan atasan Andi yang kala itu menjabat sebagai Asisten Manager System Control UBPP LM PT Antam tahun 2018-2021.
Setelah itu Andi pun menceritakan awal mula pemasangan CCTV di Butik Surabaya tersebut.
Baca juga: Saksi Ungkap Tak Ada Kelebihan Bayar Dalam Transaksi Jual Beli Emas Crazy Rich Budi Said di PT Antam
Andi menjelaskan dirinya mendapat informasi dari petugas kontrol di UBPP LM Pulogadung bernama Edi bahwasanya CCTV yang akan dipasang di Butik Surabaya sudah dibeli.
Adapun pemasangan CCTV di Butik Surabaya itu merupakan permintaan dari Abdul Hadi Avicena.
"Selanjutnya?" tanya Hakim.
"Selanjutnya karena yang membawahi CCTV itu adalah unitnya Pak Paiman, termasuk di bawahnya saya, Pak Edi itu minta tolong saya untuk ke sana untuk mengawasi," ucap Andi.
Setelah itu, Hakim pun mendalami kronologi tentang pencabutan kamera CCTV tersebut.
Lalu Andi mengungkapkan bahwa CCTV itu dilakukan pemasangan pada 19 Juli 2018.
Akan tetapi selang satu hari yakni 20 Juli 2018 CCTV itu kemudian dicabut.
Hakim yang merasa heran pun bertanya pada Andi atas perintah siapa pencabutan CCTV tersebut.
Andi menjelaskan, bahwa awalnya ia seperti biasa menjalankan tugas pengontrolan terhadap CCTV yang telah terpasang tersebut.
Akan tetapi di hari kedua atau tanggal 20, dirinya mendapat informasi dari Misdianto bahwa Eksi Anggraeni marah perihal adanya pemasangan CCTV tersebut.
"Bu Eksi marah?" tanya Hakim.
"Ya, begitu. Bu Eksi marah, nggak nyaman, intinya gitu karena CCTV-nya ada suaranya, seperti itu Pak. Saya langsung lapor Pak Paiman, 'Pak, bagaimana ini?' gitu," ungkap Andi.
Setelah itu Andi pun diperintahkan Paiman untuk mencabut kamera CCTV tersebut atas perintah Abdul Hadi.
"Di ruangan mana aja yang sdr buka itu?," tanya Hakim.
"Ruangan I ruangan back office yang sudah terpasang sama di depan Pak I," kata Andi.
Akan tetapi ketika Hakim Anggota Teguh Santoso bertanya pada Andi soal hubungan Eksi dengan Abdul Hadi hingga berani beri perintah mencabut CCTV, Andi mengaku tidak tahu.
Andi juga menjelaskan bahwa dirinya tidak mengenal siapa sosok Eksi Anggraeni.
Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun
Terkait hal ini sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.
Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.
Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara berkongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.
Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.
Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.
Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih). Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.
Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.
Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes Budi Said.
Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.
Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.
Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.
Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).
Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
Dengan demikian, Budi Said dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.