Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Regulasi Kemenkes Bikin Serikat Pekerja Sektor Ini Dihantui Kemiskinan dan Pengangguran

Saat ini kata Waljid, sektor tembakau masih menjadi industri yang menyerap ribuan tenaga kerja dengan keterampilan dan pendidikan terbatas.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Regulasi Kemenkes Bikin Serikat Pekerja Sektor Ini Dihantui Kemiskinan dan Pengangguran
Seno Trisulistiyono/Tribunnews.com
FSP RTMM-SPSI melakukan aksi unjuk rasa damai menolak pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) DI Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto menyebut kemiskinan dan pengangguran jadi dua masalah yang menghantui masyarakat di tengah kondisi ekonomi tak menentu.

“Ancaman kemiskinan dan pengangguran juga terjadi pada pekerja sektor tembakau,” kata Waljid, Rabu (23/10/2024).

RTMM DIY tercatat memiliki 5.250 orang anggota, dengan mayoritas adalah buruh pabrik rokok. Para buruh khawatir regulasi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), khususnya regulasi kemasan polos tanpa merek, dan regulasi dalam PP 28/2024 yang mengatur zonasi penjualan produk tembakau serta iklan media luar ruang, bisa berdampak pada mata pencaharian mereka.

Saat ini kata Waljid, sektor tembakau masih menjadi industri yang menyerap ribuan tenaga kerja dengan keterampilan dan pendidikan terbatas.

Berkenaan dengan itu, perlindungan terhadap buruh di sektor tembakau jadi hal penting di tengah maraknya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai daerah.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta menunjukkan hingga September 2024, jumlah penduduk miskin Kota Yogyakarta tercatat 6,26 persen atau setara 28.790 jiwa. 

Berita Rekomendasi

Pada saat bersamaan, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2024 mencapai 13.582 orang atau setara 3,24 persen dari jumlah angkatan kerja 2,20 juta orang.

Sejumlah kebijakan Kementerian Kesehatan itu dikhawatirkan memukul para pedagang warung yang mayoritas usahanya berskala mikro dan kecil.

“Aturan ini jelas mengancam para pekerja anggota kami di saat mereka membutuhkan banyak perlindungan dari gelombang PHK besar-besaran. Terus terang, kami kecewa terhadap Kementerian Kesehatan dan secara tegas kami menolak aturan ini diberlakukan,” tegas Waljid.

Kendati demikian, serikat pekerja tembakau merasa lega usai pemerintah memutuskan pembatalan kenaikan cukai rokok pada tahun 2025. Kebijakan ini dipandang tepat dan berpengaruh positif terhadap keberlangsungan ekosistem tembakau.

Keputusan ini diharapkan berlangsung konsisten tanpa diikuti kenaikan tarif cukai berlipat di tahun-tahun berikutnya. Kebijakan ini juga diharapkan berlanjut ke level daerah untuk melindungi ekosistem tembakau.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas