Sejarah Berdirinya Sritex, Perusahaan Tekstil Sejak Orde Baru Terbesar di Asia Tenggara yang Pailit
Inilah sejarah berdirinya PT Sritex, perusahaan tekstil terbesar se Asia Tenggara yang dinyatakan pailit.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Drajat Sugiri
Hingga 2013, PT Sri Rejeki Isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Fasilitas produksinya terus bertambah.
Produksi pabriknya mencakup hulu dan hilir industri tekstil antara lain rayon, katun, dan poliester, kain mentah, bahan jadi, hingga pakaian jadi, mengutip Kompas.com.
Di Jakarta, Sritex juga memiliki kantor yang cukup besar yakni berada di Jalan Wahid Hasyim Nomor 147, Jakarta Pusat.
Empat lini bisnis utama perusahaan sejak 2018 adalah pemintalan dengan kapasitas produksi 1,1 juta bal benang per tahun, penenunan dengan produksi 180 ribu meter per tahun.
Kemudian lini bisnis pencelupan dan pencetakan dengan kapasitas produksi 240 juta yard per tahun, serta garman sebanyak 28 juta pieces pakaian jadi per tahun.
Sritex juga dipercaya NATO sebagai salah satu pemasok seragam militernya.
Saat pandemi Covid-19 melanda, perusahaan bergerak cepat menangkap peluang bisnis dengan memproduksi jutaan masker.
Keluarga Lukminto
Lukminto memiliki istri bernama Susyana, keduanya menikah pada pada 26 Oktober 1969 di Kertosono.
Bersama sang istri itulah, mereka merantau ke Solo dan bersama-sama membesarkan kariernya di bidang tekstil.
Lukminto dan Susyana memiliki 5 anak.
Mereka adalah Vonny Imelda, Iwan Setiawan Lukminto, Lenny Imelda, Iwan Kurniawan, dan Margaret Imelda.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), kelimanya memiliki saham di SRIL atas nama individu.
Yang terbesar Iwan Setiawan 109 juta (0,53 persen), Iwan Kurniawan 108 juta (0,52 persen), Vonny 1,8 juta (0,01 persen), serta Margaret dan Lenny masing-masing 1 juta (0,01 persen).