Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fakta-fakta Sidang PK Jessica Wongso soal Kopi Sianida di Kasus Pembunuhan Mirna

Berikut fakta-fakta selama persidangan PK dalam kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso atas kematian Wayan Mirna Salihin.

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Nuryanti
zoom-in Fakta-fakta Sidang PK Jessica Wongso soal Kopi Sianida di Kasus Pembunuhan Mirna
Tribunnews/Jeprima
Mantan terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso berbincang dengan kuasa hukumnya saat menjalani sidang peninjauan kembali (PK) dengan novum (bukti baru) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024). 

TRIBUNNEWS.COM - Simak fakta-fakta yang terjadi dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada Selasa (29/10/2024).

Sidang digelar karena sebelumnya Jessica Wongso mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus yang menyeret namanya ini.

Berikut fakta-fakta selama persidangan PK dalam kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso.

Alasan Ajukan PK

Terpidana kasus pembunuhan Wayan Mirna, Jessica Kumala Wongso mengajukan PK atas kasus kopi sianida 2016, silam.

Jessica Kumala Wongso bersama pengacaranya, Otto Hasibuan, diketahui mendaftarkan berkas ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).

Jessica Wongso mendapatkan pembebasan bersyarat pada Minggu (18/8/2024), Jessica memilih untuk mengajukan PK lantaran memiliki beberapa alasan.

Berita Rekomendasi

Pertama, Jessica Wongso sampai saat ini tidak merasa bersalah atas kasus kematian rekannya, Mirna.

Kedua, PK dilakukan karena kubu Jessica mengklaim memiliki bukti baru atas kasus kopi sianida ini.

Baca juga: Nama Tito Karnavian dan Irjen Krishna Murti Disebut di Sidang PK Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso

Otto Hasibuan mengatakan pihaknya punya novum atau bukti baru berupa satu buah flashdisk.

Flashdisk itu berisi rekaman peristiwa ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna.

"Alasan PK kami ini ada beberapa hal, pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini."

"Tentu Anda bertanya apa novum yang kami gunakan? Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di Kafe Olivier," ujar Otto di PN Jakarta Pusat, Rabu.

Ketiga, apalagi kasus ini tidak ada satu saksi pun yang melihat bahwa Jessica memasukkan racun ke dalam gelas.

"Tetapi pada waktu itu diputarlah CCTV yang ada di Kafe Oliver."

"Inilah yg menjadi dasar, menjadi petunjuk bagi pengadilan untuk menghukum Jessica ini."

 "Jadi dasarnya itu, kalau CCTV tidak ada, dia (Jessica) tidak bisa dihukum karena tidak ada saksi pun yang melihat," papar Otto.

Sejak di persidangan pada 2016 dulu, tidak ada penjelasan secara resmi soal pengambilan rekaman CCTV yang diputar di persidangan.

"Tidak ada dokumen atau bukti yang mengatakan diambil dengan cara yang sah."

"Tidak diambil oleh penyidik, tidak diambil oleh pihak kepolisian, tapi muncul tiba-tiba CCTV ada di sana, bahkan decodernya itu waktu kita minta diperiksa itu dalam keadaan kosong," kata Otto.

Atas dasar itu, pihaknya juga melihat ternyata pada saat peristiwa tersebut terjadi, ada satu tayangan CCTV yang dimiliki oleh Dermawan Salihin, ayah Mirna.

Tito Karnavian dan Irjen Krishna Murti Disebut

Yang menarik, tiba-tiba nama eks Kapolda Metro Jaya sekaligus Kapolri Jenderal (Purn) Tito Karnavian dan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti disebut -sebut dalam persidangan.

Adapun pihak yang menyebut nama-nama itu yakni penasihat hukum Jessica Wongso, Sordame.

Sordame menjelaskan, nama-nama itu awalnya disampaikan sendiri oleh ayah Mirna saat berbincang dengan jurnalis senior Karni Ilyas di stasiun televisi swasta pada 7 Oktober 2023 lalu.

"Kita di Polda waktu itu ramai-ramai, sama Pak Tito, Pak Krisna. Jadi kita potong dulu ini, lagi tunggu loading dulu," kata Sordame menirukan kata-kata Darmawan Salihin.

Mendengar ada nama Tito dalam wawancara itu Karni pun sempat mempertanyakan.

Kala itu Tito mengemban tugas sebagai Kapolda Metro Jaya dari Juni 2015 hingga Maret 2016.

Sementara, Krishna Murti menjadi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya yang saat itu masih berpangkat Kombes.

"Pak Tito ngelihat (video) ini justru dia panas tuh, wah lu buka lah, bukalah sidangnya nih scientific, ramai nih, dia bilang begitu."

"Tuh lihat tuh, ini kenapa kenapa kita ga keluarkan dulu waktu sidang? kita enggak mau dia (Jessica Wongso) dihukum mati," ucap Sordame menirukan penuturan Darmawan.

"Jangan dihukum mati, keenakan dia (Jessica Wongso). Mati mati tembak mati, selesai. Nah, ini, ini polisi sampai teriak teriak kesenangan, yang mana, ulang ya, perhatikan tangan kiri dia, ini belum pernah dikeluarkan bukti ini. Jadi polisi sangat senang sekali sampai lompat lompat (menemukan bukti)" sambung Darmawan seperti ditirukan Sordame.

CCTV Disebut Rekayasa

Terkait hal ini, kata Sordame, jika pada persidangan yang lalu rekaman CCTV dihadirkan secara menyeluruh, maka putusan majelis hakim diprediksi akan berbeda.

Pada persidangan dulu, CCTV yang dihadirkan di persidangan menjadi tidak sempurna.

Pasalnya CCTV bisa dimanipulasi.

"Karena dengan terbukti nya ada bagian dari rekaman CCTV yang telah disembunyikan membuktikan bahwa semua rekaman CCTV yang dihadirkan di persidangan menjadi tidak sempurna, skenario yang ditampilkan dalam perkara ini tidak sempurna."

"Sehingga kesimpulan yang akan diambil oleh hakim pun pasti akan berbeda apabila fakta ini telah diketahui dan dari dulu," kata Sordame.

Sordame menyebut Darmawan menyimpan rekaman CCTV yang tak disampaikan di pengadilan.

Rekaman CCTV yang disimpan oleh Darmawan adalah rekaman dari kamera CCTV nomor 9 yang berada di restoran Olivier.

Ketika dikaitkan dengan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi ahli, Purba mengatakan rekaman CCTV dari kamera tersebut ada yang dihilangkan.

"Maka benar terbukti bahwa rekaman CCTV 9 memang direkayasa karena ada 100 frame yang telah dihilangkan," jelas jaksa.

"Dalam BAP (saksi) ahli Muhammad Nur Al Azhar, tanggal 28 Januari 2016 halaman 15, bahwa CCTV nomor 9 pada pukul 15.35 WIB sampai dengan pukul 16.05 WIB memiliki 50.910 frame. Sedangkan dalam BAP ahli Christoper Hariman Widianto, tanggal 15 Maret 2016 halaman 7 diketahui CCTV 9 dalam rentang waktu yang sama hanya memiliki 50.800 frame," sambung Sordame.

Tak cuma itu, dia juga menilai dugaan rekayasa kasus ini diperkuat dengan diturunkannya kualitas video atau downscaling.

Ia mengatakan hal itu terbukti dari keterangan ahli Muhammad Nur Al Azhar di mana rekaman CCTV memiliki resolusi frame 1920x1080 piksel atau full HD dengan laju frame 25 frame per detik.

Sementara, berdasarkan keterangan saksi ahli Christopher Hariman Widianto, resolusi rekaman CCTV telah diubah menjadi 960x576 piksel dengan laju frame 10 frame per detik.

"Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terbukti bahwa ternyata rekaman CCTV telah direkayasa atau dimanipulasi sedemikian rupa oleh karenanya rekaman CCTV tersebut tidak dapat dinilai sebagai alat bukti," katanya.

(Tribunnews.com/Galuh WIdya Wrdani/Fahmi Ramadhan/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas