Perubahan Iklim dan Potensi Munculnya Penyakit Tanaman Dapat Mengancam Ketahanan Pangan Nasional
Perubahan iklim dan potensi munculnya penyakit baru pada tanaman dapat menjadi ancaman serius terhadap ketahanan pangan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan iklim dan potensi munculnya penyakit baru pada tanaman dapat menjadi ancaman serius terhadap ketahanan pangan nasional.
Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk “Kesehatan Tanaman sebagai Faktor Kunci dalam Mendukung Ketahanan Pangan Negeri” yang digelar di IPB International Convention Center.
Sri Hendrastuti Hidayat dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University mengatakan, dalam catatan sejarah penyakit tanaman pernah memicu sejumlah kejadian kelaparan.
Ia mencontohkan, penyakit yang menyerang tanaman kentang di Irlandia, penyakit bercak coklat pada tanaman padi di India dan serangan virus pada tanaman singkong di Uganda.
Kegagalan panen di sejumlah negara tersebut memicu bencana kemanusiaan akibat berkurangnya sumber makanan pokok.
“Penyakit tanaman bersifat dinamis di mana penyakit yang sebelumnya sudah aman-aman dan bisa dikendalikan suatu saat bisa muncul kembali dan menimbulkan permasalahan. Kita harus punya cara melakukan mitigasi dan strategi pengelolaannya. Sekali lagi, gangguan kesehatan tanaman ini penting sekali karena berpotensi secara signifikan terhadap ketahanan pangan,” tuturnya dikutip Selasa (29/10/2024).
Hal yang sama disampaikan oleh Bambang Budhianto, perwakilan dari Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI).
Menurutnya, ancaman serangan hama dan penyakit berdampak langsung berupa kehilangan hasil panen.
Sebagai contoh kehilangan hasil panen tanaman hortikultura yang diakibatkan serangan hama berkisar antara 46 - 100 persen atau gagal panen.
“Ancaman serangan hama dan penyakit ini paling ditakutkan oleh para petani,” ungkapnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Adi Suryadi petani asal Karawang yang pernah mengalami gagal panen ketika menanam tanaman kacang panjang.
Menurut Adi ketika sebagian tanamannya terserang virus, hampir seluruh tanaman yang ditanam di area seluas 1,5 hektare tidak terselamatkan dan rusak. Virus yang dibawa oleh serangga tersebut dengan cepat menyebar sehingga sulit untuk dikendalikan.
Belajar dari pengalaman tersebut, Adi saat ini melakukan berbagai langkah antisipatif agar kerugian besar yang pernah dialami tidak terulang kembali.
Beberapa hal yang dilakukan di antaranya adalah dengan melakukan pengolahan lahan dengan baik, pemupukan dan pengendalian hama melalui pengamatan tanaman setiap hari hingga menggunakan benih unggul yang tahan terhadap penyakit termasuk virus.
Bambang melanjutkan, penggunaan benih unggul berkualitas adalah salah satu kunci untuk mencegah serangan penyakit pada tanaman.
Selain itu, benih unggul yang berkulitas juga telah mendapatkan perlakuan khusus/ seed treatment dengan fungisida atau insektisida bahkan kombinasi dari keduanya, sehingga mendesinfeksi benih dari organisme patogen yang terbawa benih atau yang terbawa tanah.
“Diperkirakan pada tahun 2027 industri seed treatment dunia akan mencapai USD 9,2 miliar. Angka ini sangat besar karena meningkatnya kebutuhan benih berkualitas dan setiap negara memiliki kebutuhan untuk menjamin ketahanan pangan mereka,” tegas Bambang.
Namun, Ia menyampaikan, kunci pengendalian penyakit baru dan “emerging disease” tanaman yang mengancam ketahanan pangan tidak hanya pada benih berkualitas.
"Kolaborasi dan sinergi antar berbagai pemangku kepentingan bahkan sangat esensial," ucapnya.