Profil Ari Yusuf Amir, Pengacara Tom Lembong dalam Kasus Impor Gula, Eks Kuasa Hukum Anies-Cak Imin
Tom Lembong menunjuk Ari Yusuf Amir sebagai kuasa hukumnya terkait kasus impor gula. Siapa Ari Yusuf Amir?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.com - Pasca-ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menunjuk Ari Yusuf Amir sebagai kuasa hukumnya.
Ari diketahui merupakan Ketua Tim Hukum untuk Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di Koalisi Perubahan saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu.
Penunjukan Ari oleh Tom Lembong telah dikonfirmasi oleh Ari sendiri.
"Kami sudah dapat kuasa, tapi kami lagi koordinasi dulu ya," ungkap Ari, Kamis (31/11/2024).
Lantas, siapakah Ari Yusuf Amir?
Profil Ari Yusuf Amir
Ari Yusuf Amir diketahui lahir pada 19 Oktober 1971. Artinya, saat ini ia berusia 53 tahun.
Ia merupakan lulusan Sarjana Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Setelahnya, Ari melanjutkan program magister di Universitas Indonesia (UI) yang berfokus pada aspek hukum bisnis, dikutip dari situs pribadinya.
Dari UI, Ari kembali melanjutkan program doktor di UII.
Sejak menjadi mahasiswa, Ari termasuk aktif dalam berorganisasi.
Ia pernah memimpin Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (IMAHI).
Baca juga: Gerindra Khawatir Prabowo Dituding Lakukan Kriminalisasi di Balik Ditangkapnya Tom Lembong
Kariernya sebagai advokat berawal saat Ari bergabung dengan Lembaga Pembela Hukum (LPH) Yogyakarta.
Ia kemudian mendirikan firma hukum sendiri yang diberi nama Ail Amir & Associates.
Ari juga merupakan pendiri dari LBH Yusuf, Law Office Yusuf Singajuru & Partners, Tren Solusi Transformasi, dan Jakarta International Security Services.
Sebagai advokat, Ari aktif menulis buku. Beberapa karyanya di antaranya adalah Strategi Bisnis Jasa Advokat, Pidana untuk Pemegang Saham Korporasi, dan Doktrin-Doktrin Pidana Korporasi.
Ari juga diketahui pernah menjadi penasihat hukum sejumlah pejabat setingkat menteri, lembaga tinggi, hingga konsultan hukum bagi pimpinan BUMN, dan sejumlah perusahaan multinasional besar di Indonesia.
Ia juga pernah menjadi kuasa hukum untuk mantan Ketua KPK, Antasari Azhar; mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji; mantan KSAD, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu; dan Habib Rizieq Shihab.
Dalam gelaran Pilpres 2024, Ari ditunjuk menjadi Ketua Tim Hukum di Koalisi Perubahan oleh Anies Baswedan.
Tom Lembong Kembali Diperiksa
Sementara itu, Tom Lembong kembali menjalani pemeriksaan dengan penyidik pada Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (1/11/2024), setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.
Meski demikian, belum diketahui secara pasti apa yang bakal didalami dari pemeriksaan terhadap Tom Lembong.
Baca juga: Kejagung Dinilai Salah Tersangkakan Tom Lembong karena Dianggap Langgar Kepmenperindag Tahun 2004
"Saya sudah cek, hari ini (Tom Lembong) diperiksa kembali," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung), Harli Siregar, Jumat.
Sebelumnya, Tom Lembong telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016.
Saat itu, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan dari 12 Agustus 2015-27 Juli 2016.
Selain Tom Lembong, Kejagung juga sudah menetepkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Ia menjelaskan, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," pungkas Qohar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Rifqah/Fahmi Ramadhan)