Menteri Hukum Sebut UU Ketenagakerjaan Baru Tak Perlu Lewat Prolegnas DPR
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pembentukan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan baru tak perlu melalui program legislasi nasional DPR RI.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan bahwa pembentukan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan baru tak perlu melalui program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI.
Hal ini disampaikan Supratman setelah bertemu Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Supratman menjelaskan, pembentukan UU Ketenagakerjaan baru tak perlu masuk dalam Prolegnas karena RUU kumulatif terbuka.
"Terkait dengan perubahan Undang-undang Ketenagakerjaan itu enggak perlu lewat proses Prolegnas karena dia hasil keputusan MK masuk kumulatif terbuka," kata Supratman di lokasi.
Supratman menuturkan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli.
Politikus Partai Gerindra ini menegaskan, yang paling penting untuk segera disikapi adalah soal pengupahan.
"Nah tadi kami sudah bersepakat dengan teman-teman buruh dan tenaga kerja untuk sesegera mungkin mempersiapkan untuk Permenakernya, walaupun tidak perlu terburu-buru," ucap Supratman.
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materil undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh lainnya dalam sidang pengucapan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat pada Kamis (31/10/2024).
Pihak Partai Buruh mencatat terdapat setidaknya 21 norma dari tujuh isu dimohonkan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi.
Tujuh isu tersebut adalah upah, outsourcing, PKWT atau karyawan kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, dan tenaga kerja asing.
Baca juga: Serikat Buruh Minta Pemerintah Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait UU Cipta Kerja
Dalam putusannya, MK juga memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.
MK meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
MK meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru menampung materi yang ada di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 6/2023, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.