VIDEO Meski Keberadaannya Tak Diketahui, Kuasa Hukum Sebut Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tidak Kabur
"Bukan kabur, pas ditetapkan (Tersangka) tidak ada," ujar pengacara Sahbirin Noor, Susilo Aribowo
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali dilanjut hari ini, Rabu (6/11/2024).
Persidangan dilakukan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dan pemeriksaan dokumen.
Saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak kuasa hukum Sahbirin Noor yakni ahli pidana.
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa dokumen dengan menggunakan koper berukuran besar. Dokumen-dokumen tersebut setidaknya harus diperiksa hingga 80 menit lamanya.
Bahkan hakim sidang sampai sempat meminta jeda karena dehidrasi.
Dalam sidang tersebut, pengacara Sahbirin Noor, Susilo Aribowo menyatakan bahwa keberadaan kliennya itu kini tidak diketahui.
Meski begitu ia memastikan bahwa Gubernur Kalimantan Selatan tersebut tidak melarikan diri.
Diketahui Sahbirin Noor ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap dan/atau gratifikasi.
KPK pun menyatakan Sahbirin Noor telah melarikan diri.
"Kalau saya jelas itu bukan dalam definisi melarikan diri. Karena beliau sudah seperti saya katakan kemarin sudah dilakukan pencekalan. Tentu mau lari ke mana, ada saya kira," kata Susilo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).
Ia mengaku dirinya tidak akan menghubungi Sahbirin Noor bila tak ada yang penting.
"Meskipun saya sendiri tak ada keperluan urgent, kita tak menghubungi Pak Sahbirin," jelasnya.
Susilo menegaskan kliennya tak melarikan diri.
"Bukan kabur, pas ditetapkan (Tersangka) tidak ada," jelasnya.
Diketahui KPK menyatakan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor telah melarikan diri.
Diketahui Sahbirin Noor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap dan/atau gratifikasi.
Ketua DPD Golkar Kalimantan Selatan itu diduga terlibat dalam pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK terkait kasus ini, termasuk Sahbirin Noor, yakni:
- Sahbirin Noor (Gubernur Kalimantan Selatan)
- Ahmad Solhan (Kadis PUPR Prov. Kalimantan Selatan)
- Yulianti Erlynah (Kabid Cipta Karya sekaligus PPK)
- Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, sekaligus pengepul uang/fee)
- Agustya Febry Andrean (Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan)
- Sugeng Wahyudi (swasta)
- Andi Susanto (swasta)
Sahbirin Noor diduga menerima fee 5 persen terkait pengaturan proyek.
Nilainya sementara mencapai Rp 1 miliar.
Nilai Rp 1 miliar itu berasal dari Sugeng Wahyudi bersama Andi Susanto terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan pembangunan Gedung Samsat.
Selain itu, KPK juga menduga Sahbirin Noor menerima fee 5 persen dari terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan.
Nilainya 500 dolar Amerika Serikat (AS).
Sahbirin, Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Agustya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sugeng dan Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK mengungkap kasus ini dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar pada 6 Oktober 2024.
Dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, enam orang di antaranya langsung ditahan. Enam orang itu diamankan dalam OTT.
Satu orang lain yang belum ditahan adalah Sahbirin Noor. Ia tidak termasuk pihak yang ditangkap dalam OTT.
Alasan KPK Belum Sematkan Status Buron
KPK menyatakan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menghilang setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, KPK masih belum mau menetapkan pria yang akrab dipanggil Paman Birin itu masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan.
KPK meyakini bahwa hingga saat ini Paman Birin masih berada di Indonesia.
"Sejauh ini kita yakin yang bersangkutan itu masih ada di Indonesia, karena kita sudah melakukan pencegahan ya, sudah menerbitkan pencegahan," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).
KPK memang telah menerbitkan surat perintah penangkapan (sprinkap) dan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Sahbirin Noor per tanggal 7 Oktober 2024.
Asep mengatakan KPK akan mengambil langkah lanjutan apabila batas waktu pencegahan ke luar negeri terhadap Paman Birin sudah mencapai batasnya.
"Kita ada termin-terminnya, batas waktunya, kita mencari. Kemudian nanti setelah waktu tertentu kita akan pencarian kita sudah menganggap ini bisa pergi ke mana begitu ya, ke luar negeri ke mana ya, kita akan lakukan upaya berikut," kata jenderal polisi bintang satu ini.
KPK diketahui menyatakan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor telah melarikan diri.
Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya sudah coba mencari Sahbirin ke beberapa lokasi yang diduga jadi tempat persembunyian, tetapi tak ada hasil.
"KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya," kata Budi dalam keterangannya, Rabu (6/11/2024).
Budi mengatakan Sahbirin juga telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), tetapi tetap tidak menunjukkan dirinya.
Selain itu, Paman Birin juga belum berstatus sebagai tahanan KPK, tetapi dia tidak melakukan aktivitasnya sebagai gubernur.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa SHB (Sahbirin Noor) selaku tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur, yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024," kata Budi.
Kemudian, lanjut Budi, KPK menerbitkan Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) dan Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap Sahbirin Noor per tanggal 07 Oktober 2024.
Atas dasar itu, KPK menyebut upaya praperadilan yang sedang diajukan Sahbirin Noor harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim praperadilan, sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2018. Sebab, praperadilan Sahbirin mengandung cacat formil.
"Karena SHB selaku tersangka yang telah melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, tidak memiliki kapasitas dan tidak dapat (dilarang) mengajukan permohonan praperadilan (diskualifikasi in person)," kata Budi.
Diketahui Sahbirin Noor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap dan/atau gratifikasi.
Ketua DPD Golkar Kalimantan Selatan itu diduga terlibat dalam pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
Sahbirin Noor diduga menerima fee 5 persen terkait pengaturan proyek.
Nilainya sementara mencapai Rp 1 miliar.
Rp 1 miliar itu berasal dari pihak swasta terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan pembangunan Gedung Samsat.
Selain itu, KPK juga menduga Sahbirin Noor menerima fee 5 persen dari terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan.
Nilainya 500 dolar Amerika Serikat (AS).
Atas perbuatannya Sahbirin Noor dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)