Soal Peluang Mendag Lainnya Ikut Diperiksa Imbas Kebijakan Impor Gula, Ini Jawaban Kejagung
Sutikno menjawab kemungkinan pihaknya periksa Menteri Perdagangan lainnya terkait kebijakan impor gula.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno menjawab kemungkinan pihaknya periksa Menteri Perdagangan lainnya terkait kebijakan impor gula.
Diketahui Kejagung telah menetapkan eks Mendag Tom Lembong menjadi tersangka imbas kebijakan impor gula yang dinilai telah merugikan negara Rp400 miliar.
"Kita jelaskan semuanya supaya menjadi terang. Kegiatan ini yang kita lakukan, kita periksa ini mulai dari 2015 sampai 2023. Ini (Tom) yang awal tolong kami kasih kesempatan untuk membuktikan," kata Sutikno kepada awak media di PN Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).
Tentunya nantinya semuanya, kata Sutikno akan berdasarkan alat bukti sesuai aturan.
"Jadi sampai saat ini proses pemeriksaan alat bukti sudah berjalan. Kami tidak tidak hanya kepada menteri, semuanya itu berjalan," terangnya.
Kemudian ia menegaskan pengusutan perkara merugikan negara imbas kebijakan impor gula dari 2015 sampai 2023.
"Dan kami tadi sudah sampaikan, penanganan perkara ini mulai 2015 sampai 2023. Makanya saya minta teman-teman dukung kami, sabar ayo kita kawal perkara ini nanti kayak apa akhirnya," tandasnya.
Sebelum di persidangan Ketua Majelis Hakim Tumpanuli Marbun mengatakan permohonan Tom Lembong agar Menteri Perdagangan lainnya harus diperiksa imbas kebijakan impor gula yang merugikan negara.
Ia menerangkan bahwa hal itu di luar materi praperadilan. Atas hal itu ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik.
Adapun hal itu disampaikan Hakim Marbun pada persidangan putusan eks Mendag Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).
"Menimbang bahwa pada dari pemohon yang menyatakan pendapat tersangka tidak sah karena sudah tidak menjabat menjadi menteri perdagangan sejak tanggal 27 juli 2016. Sehingga menteri perdagangan lain harus diperiksa dalam perkara ini," kata hakim Marbun di persidangan.
Ia melanjutkan Menteri perdagangan lain sebelum pemohon meliputi Rachmat Gobel, Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi dan Zulkifli Hasan harus juga diperiksa.
"Menurut Hakim praperadilan alasan tersebut di luar materi praperadilan dan diserahkan sepenuhnya diserahkan kepada termohon sebagai penyidik," tegas hakim Marbun.
Hakim praperadilan, dijelaskannya juga tidak dapat menyimpulkan bahwa perkara yang dilakukan termohon.
"Sebagai bentuk kriminal kriminalisasi maupun politisasi," jelasnya.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Ditetapkan sebagai salah satu tersangka impor gula oleh Kejagung.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.