Mabes TNI Akan Pelajari Putusan MK Soal Kewenangan KPK Tangani Perkara Korupsi di Lingkungan Militer
TNI menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menangani kasus korupsi
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto menegaskan TNI menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menangani kasus korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Selain itu, ucap Hariyanto, TNI juga akan mempelejari lebih lanjut putusan itu dan implikasinya.
Putusan itu sebelumnya diucapkan dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta pada Jumat (29/11/2024).
"TNI menghormati setiap keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang di bidang konstitusi," kata Hariyanto saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (29/11/2024).
"Dalam hal ini, TNI akan mempelajari lebih lanjut putusan tersebut dan implikasinya," sambung dia.
Selain itu, ia mengatakan TNI juga akan berkoordinasi dengan KPK, Kejaksaan Agung dan instansi terkait.
Hal tersebut, lanjutnya, untuk memastikan pelaksanaan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi tanpa bertentangan dengan peraturan (UU) lain.
"Dan tidak mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, MK menegaskan KPK dapat menangani kasus korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan hal itu dalam sidang pembacaan putusan untuk perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Pemohon Gugum Ridho Putra.
Dalam putusan itu, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji materiil norma Pasal 42 Undang-undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta pada Jumat (29/11/2024).
Selain itu, MK juga menyatakan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Pasal tersebut menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Pasal itu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak
awal atau dimulai/ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi".
Melalui putusan tersebut, Mahkamah memberikan syarat kepada KPK, bahwa kasus korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, baru boleh ditangani KPK apabila sejak awal proses hukumnya dimulai oleh lembaga antirasua itu.
Suhartoyo juga memastikan KPK tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan perkara tindak pidana korupsi tersebut kepada Oditurat dan peradilan militer.
"Sebaliknya, perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK.
Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan dalam pertimbangan putusan itu, sekalipun KPK merupakan lembaga yang lahir pada era setelah reformasi dibandingkan dengan kepolisian, kejaksaan, dan TNI yang merupakan instansi/lembaga yang telah jauh dulu dibentuk sebelum adanya KPK, namun dalam hal ini ketentuan Pasal 42 UU 30/2002 telah mengatur dan menempatkan KPK menjadi instansi yang diberi kewenangan untuk menjalankan koordinasi dan pengendalian penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Baca juga: KPK Koordinasi dengan Menhan dan Panglima TNI usai Putusan MK
Menurut dia, hal ini sebagai salah satu perwujudan KPK adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus dan berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.