PDIP Klaim Menang di 19 Kabupaten Jawa Tengah, Benarkah Keok di Pilgub karena Bansos dan Parcok?
Ketua DPP PDIP Puan Maharani memamerkan kemenangan PDIP di 19 kabupaten dan kota Pilkada Serentak 2024 di wilayah Jawa Tengah.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP Puan Maharani memamerkan kemenangan PDIP di Pilkada Serentak 2024 di wilayah Jawa Tengah.
Puan mengatakan, PDIP menang di 19 kabupaten/kota dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mengikuti kontestasi Pilkada Serentak 2024.
Dia meminta masyarakat menilai sendiri apakah Jawa Tengah saat ini masih menjadi kandang banteng atau tidak dengan capaian kemenangan tersebut.
"Alhamdulillah dari 35 kabupaten kota PDIP berhasil memenangkan dari hasil penghitungan suara sementara 19 kabupaten kota yang dimajukan itu kader. Jadi silakan menilai apakah PDIP di Jateng masih bisa bertahan atau tidak," kata Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Meski demikian diakui PDIP keok di level pemilihan gubernur Jawa Tengah di mana pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi yang jadi jagoan PDIP keok dari Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang didukung Prabowo Subianto dan Jokowi serta koalisi besar partai-partai pendukungnya.
Soal ini, Puan bilang akan mengevaluasi di balik kekalahan Andika-Hendrar di Pilkada Jateng. Hal yang pasti, PDIP sudah berusaha maksimal untuk memenangkan kadernya.
"Kita sudah mengevaluasi konsolidasikan kita sudah berusaha secara maksimal ya. Namun, rakyat Jawa Tengah sudah memilih gubernur dan wagubnya," jelasnya.
"Evaluasi diteruskan, selalu diteruskan dan dilakukan terus menerus untuk memperbaiki ke dalam partai," tutupnya.
Baca juga: PDIP Pajang Foto Hoegeng Kritisi Partai Cokelat, Hasto: Jadilah Polisi Merah Putih, Bukan Parcok
Mengutip hasil hitung cepat Litbang Kompas, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi mendapatkan 40,70 persen dalam Pilkada Jateng 2024. Keduanya kalah dari Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang mendapatkan 59.30 persen.
Banteng Masih Kuat di Jateng
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menegaskan, Provinsi Jawa Tengah masih menjadi kandang bagi basis suara partai pimpinan Megawati Soekarnoputri.
Pernyataan itu disampaikan Deddy saat menyikapi pertanyaan soal kalahnya perolehan suara pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur Jawa Tengah besutan PDIP Andika Perkasa-Hendrar Priadi (Hendi) dari pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin.
Dia membandingkan, perolehan suara Pilkada yang digelar 27 November kemarin, dengan perolehan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) Februari lalu.
"Kalau kita lihat presentase suara Andika-Hendi itu sekitar 40 sekian, sementara perolehan kita ketika legislatif itu berkisar 25,6 persen jadi artinya pemilih Banteng masih tetap setia dengan PDIP," kata Deddy saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Cikini, Jakarta, Minggu (1/12/2024).
"Karena angkanya hampir 2 kali lipat pemilu legislatif. Itu adalah bukti bahwa Jateng masih menjadi rumah bagi kaum marhaen," sambung dia.
Berdasarkan data dari internal partai, Dedy bilang PDIP memenangkan 19 Kabupaten/Kota di Pilkada Jawa Tengah.
Baca juga: Demokrat Bantah Tudingan PDIP Soal Partai Coklat Bermain di Pilkada, Ini Penjelasannya
Dia menilai, masih banyak masyarakat Jawa Tengah yang memilih kader dari PDIP untuk menjadi kepala daerah.
"Kalau kita lihat dari perolehan kepala daerah, itu 19 dari 35 (PDIP Menang) artinya 54 persen daerah kabupaten kota masih memilih kader Banteng," ujar Deddy .
"Jadi kami terima kasih pada warga Jateng terbukti bahwa kepercayaan terhadap PDIP masih tetap tinggi," sambungnya.
Deddy lantas berkelakar, pasangan cagub-cawagub yang unggul saat ini di Pilkada Jawa Tengah tidak perlu bangga. Yang seharusnya menang di Pilkada Jawa Tengah kata dia, merupakan pihak lain.
"Kalau soal gubernur, saya susah bilang yang menang jangan bangga, karena sesungguhnya bukan dia yang menang tapi yang lain," tandas Deddy.
Banosos dan Parcok di Pilkada Serentak Jateng 2024
Partai coklat atau Parcok selama ini dituding sebagai salah satu faktor penentu kekalahan PDIP di sejumlah daerah di Jawa Tengah di Pilkada kali ini termasuk untuk pemilihan gubernurnya.
Diketahui, partai coklat diasosiasikan dengan dugaan pengerahan aparat kepolisian untuk pengerahan perolehan suara pasangan tertentu di Pilkada serentak 2024.
"Mulai hari ini bisa menyebut Jawa Tengah bukan sebagai kandang banteng lagi. Tapi sebagai kandang bansos dan parcok (partai cokelat)," kata Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
"Jadi jangan lagi sebut Jawa Tengah sebagai kandang banteng, tetapi sebagai kandang bansos dan parcok," ujar Deddy Sitorus.
Politisi Demokrat Bantah Ada Campur Tangan Parcok
Anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan membantah tudingan dari PDIP mengenai adanya partai coklat yang bermain saat perhelatan Pilkada 2024.
Partai coklat yang dimaksudkan adalah oknum anggota polisi dan aparatur sipil negara (ASN) yang turut terlibat aktif memenangkan salah satu paslon tertentu.
Khususnya, paslon yang mendapatkan endorse dari kekuasaan.
Menurut Hinca, pihak kepolisian sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan selama Pilkada 2024.
Dia mengatakan, bukan suatu yang mengherankan jika polisi menjaga TPS di sejumlah daerah.
"Tugas-tugas kepolisian memang begitu, artinya menjaga ketertiban, menjaga harkamtibmasnya itu ya. Dan dia hadir di masyarakat. Dalam rangka ini semua. Nah ketika pilkada mereka hadir menjaga, paling tidak berapa itu, satu polisi, nggak bisa satu TPS. Kan harus dijaga itu ya," kata Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Dia mencontohkan perhelatan Pilkada Sumatra Utara 2024 yang memenangkan menantu Jokowi, Bobby Nasution versi hitung cepat (quick count).
Dia mengklaim kepolisian sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
"Saya melihat kepolisian ya menjalankan tugasnya sebagai polisi, jaksa menjalankan fungsinya sebagai jaksa, dan KPU penyelenggara, Bawaslu yang mengawasi, partai politik atau peserta pemilu menjalankannya. Begitulah pesta ini berjalan, sehingga saya tidak setuju dan tidak melihat ada partai coklat," jelasnya.
Rocky Gerung menilai pernyataan Deddy ini wujud kejengkelan PDIP, khususnya terkait pelaksanaan pilkada serentak 2024.
"(Kejengkelan) terutama keterlibatan aparat dan adalah hak PDIP untuk mengajukan semacam komplain terhadap kejadian yang memang mengindikasikan bahwa PDIP dikerjain. Dikerjain siapa? Ya dikerjain oleh Jokowi. Melalui apa? Ya melalui aparat yang masih di posisi Jokowi," katanya seperti dikutip dari channel Youtube Rocky Gerung Official, Senin (2/12/2024).
Gerung menilai protes Deddy memang dimaksudkan supaya ada evaluasi.
"Tetapi sekali lagi kita ingin pastikan bahwa persiapan kita untuk menuju Indonesia Emas itu harus dimulai dengan pelembagaan politik yang betul-betul rasional," katanya.
Ia menilai keterlibatan polisi dalam pilkada di mana Jokowi cawe-cawe menjadi masalah yang sangat serius dan harus didalami.
"Jangan hanya ini sekedar jadi isu politik ini setiap kali seperti pilkada maupun nanti kepada pemilu. Karena bagaimanapun juga ini polisi adalah lembaga negara yang harus bersifat imparsial dan jangan ditarik-tarik ke wilayah politik," kata Gerung.
Gerung menilai kemenangan PDIP di sejumlah provinsi maupun kabupaten kota menunjukkan dan di provinsi DKI Jakarta menunjukkan kandang banteng pindah ke Jakarta.
"Ini juga satu penandah kemenangan atau kekuatan PDIP justru menjadi solid ketika dia diuber-uber, dipersekusi, dilecehkan, dipermainkan atau disingkirkan justru oleh mantan kadernya yaitu Jokowi. Jadi semua ini hanya soal kemampuan Jokowi masih menggunakan aparat kekuasanya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP juga menyatakan keresahan pada Pilkada Jateng 2024.
Megawati mengaku sangat mengenal baik wilayah tersebut di mana dirinya pernah terpilih sebagai anggota DPR RI dari Jateng sebanyak tiga kali.
"Jawa Tengah bukan hanya 'kandang banteng', namun menjadi tempat persemaian gagasan nasionalisme dan patriotisme," ucap Megawati dikutip dari YouTube PDIP, Rabu (27/11/2024).
Ia menilai, energi serta pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader PDIP yang militan mestinya tak terkalahkan jika pilkada dilakukan secara jujur dan berkeadilan.
"Namun dalam situasi ketika segala sesuatu bisa dimobilisasi oleh kekuasaan, maka yang terjadi adalah pembungkaman," kata dia.