Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Begini Cara OCCRP dapat Data Pelaku Korupsi, Pengamat: Tanpa Bukti Namanya Fitnah

OCCRP yang menominasikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo harus disertai bukti pendukung yang cukup. 

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Begini Cara OCCRP dapat Data Pelaku Korupsi, Pengamat: Tanpa Bukti Namanya Fitnah
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Lukisan Joko Widodo (Jokowi) yang terpasang di dinding Istana, Senin, (21/10/2024). 

Tertulis di situs mereka pendanaan berasal dari berbagai pihak swasta, perorangan, dan lembaga negara asing.

Seperti  dari Yayasan Masyarakat Terbuka Uni Eropa, Yayasan Patrick J. McGovern, Yayasan Ford, Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia, Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris Raya,  Badan Pembangunan Internasional AS,  Departemen Luar Negeri AS
hingga Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis.

Lembaga ini mengklaim sebagai organisasi nirlaba yang didanai oleh para donatur. 

Secara total, OCCRP memiliki 50 hibah terpisah dari para donatur ini. 

OCCRP tidak menyoroti korupsi di Amerika Serikat (AS)?

AS bukanlah area fokus historis bagi lembaga itu.

OCCRP memfokuskan sumber daya  untuk mendukung jurnalis dan melakukan pelaporan di negara-negara yang tidak memiliki banyak dana atau dukungan untuk jurnalisme. 

Sementara AS, di sisi lain, memiliki lingkungan media yang kuat dan sangat kompetitif, dengan banyak pemain lama yang melakukan pekerjaan investigasi yang sangat baik.

Berita Rekomendasi

"Ini bukan pasar yang mudah untuk dimasuki," demikian OCCRP.

 Tanpa Data dan Fakta Jatuhnya Fitnah

Praktisi Hukum dari Universitas Trisakti, Albert Aries menilai, publikasi OCCRP yang menominasikan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo harus disertai bukti pendukung yang cukup. 

Albert berpandangan, adanya nama Joko Widodo yang dicap sebagai tokoh korup di dunia tanpa bukti yang jelas merupakan penghinaan terhadap bangsa Indonesia.

“Publikasi itu dapat dikualifikasikan sebagai fitnah, dan sekaligus penghinaan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia,” kata Albert kepada Kompas.com, Rabu (1/1/2025).

Albert menilai, tuduhan korupsi tanpa dasar hukum dan tidak disertai bukti permulaan yang cukup, atau "trial by NGO" oleh OCCRP bukan hanya ditujukan terhadap Joko Widodo, melainkan juga Pemerintahan Indonesia.

Sebab, Jokowi bekerja untuk negara selama 10 tahun memimpin Indonesia. 

“Seolah-olah OCCRP mengambil peran konstitusional DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan atau supervisi terhadap Presiden ke-7 RI, yang sama sekali tidak pernah diusulkan DPR, apalagi sampai terbukti melakukan pelanggaran hukum berdasarkan Pasal 7 A UUD 1945,” kata Albert.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas