Pakar Hukum Kritik OCCRP yang Masukkan Jokowi ke Daftar Tokoh Terkorup: Penghinaan bagi Indonesia
Pakar Hukum menilai publikasi OCCRP yang masukkan Jokowi ke dalam daftar tokoh terkorup di dunia 2024 adalah sebuah fitnah dan penghinaan Indonesia.
Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Albert Aries, mengkritik publikasi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang memasukkan nama Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi), ke dalam daftar tokoh terkorup di dunia 2024.
Albert menilai OCCRP harus menyertakan bukti pendukung yang cukup terlebih dahulu.
Jika tidak ada bukti yang jelas itu, Albert menilai publikasi OCCRP tersebut termasuk bentuk penghinaan terhadap bangsa Indonesia.
“Publikasi itu dapat dikualifikasikan sebagai fitnah, dan sekaligus penghinaan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia,” kata Albert kepada Kompas.com, Rabu (1/1/2025).
Albert menambahkan penobatan Jokowi sebagai finalis tokoh terkorup 2024 tanpa bukti itu adalah kejahatan yang merusak nama baik orang lain.
“Menominasikan Presiden RI ke-7 sebagai tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024 tanpa bukti permulaan yang cukup adalah kejahatan fitnah yang merusak nama baik orang lain,” kata Albert.
Dia pun menilai tuduhan korupsi tanpa dasar hukum dan tidak disertai bukti permulaan yang cukup atau "trial by NGO" oleh OCCRP itu bukan hanya ditujukan terhadap Jokowi saja.
Itu juga untuk pemerintahan Indonesia juga karena Jokowi sudah bekerja untuk negara selama 10 tahun lamanya.
“Seolah-olah OCCRP mengambil peran konstitusional DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan atau supervisi terhadap Presiden ke-7 RI, yang sama sekali tidak pernah diusulkan DPR."
"Apalagi sampai terbukti melakukan pelanggaran hukum berdasarkan Pasal 7A UUD 1945,” kata Albert.
Albert juga menjelaskan bahwa publikasi OCCRP soal Jokowi itu jelas bertentangan dengan Pasal 19 Ayat (3) tentang Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Baca juga: Jokowi Masuk Daftar OCCRP Pemimpin Terkorup di Dunia: Jadi Uji Nyali KPK, Berani Bikin Sejarah?
“Sehingga publikasi OCCRP itu jelas bertentangan dengan Pasal 19 Ayat (3) Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang sudah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005,” katanya.
Dengan adanya hal semacam ini, Albert lantas mengingatkan LSM asing sebagai bagian dari demokrasi untuk tetap menghormati kedaulatan Indonesia.
Dia meminta agar LSM tetap memegang teguh asas hukum internasional “omnis indemnatus pro innoxio legibus habetur”, yang berarti setiap orang yang belum pernah terbukti bersalah oleh peradilan yang adil haruslah dianggap tidak bersalah secara hukum.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.