PPN 12 Persen Batal, Ini Kata Wakil Ketua Umum MUI Kiai Marsudi
Masyarakat Indonesia saat sejak beberapa waktu lalu ramai membicarakan terkait rencana kenaikan PPN 12 persen.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat Indonesia saat sejak beberapa waktu lalu ramai membicarakan terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen.
Hal tersebut menuai berbagai pendapat dari kalangan masyarakat, bahkan juga di kalangan pemerintahan.
Hingga pada akhirnya pemerintah mengumumkan rencana pembatalan kenaikan PPN 12 persen untuk kebutuhan sehari-hari.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud menjelaskan bahwasanya kenaikan tarif PPN ebanyak 12 persen tersebut sudah diatur oleh Undang-undang negara.
“PPN 12% ini sesungguhnya dilakukan karena melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan Perpajakan (UU HPP), kata Kiai Marsudi, Kamis (2/1/2025).
Kiai Marsudi juga menjelaskan bahwa kenaikan pajak tersebut hanya berlaku pada barang-barang tertentu yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menegah ke atas.
“Saya cermati kenaikan ini hanya diperuntukkan untuk barang-barang luxury, barang-barang yang untuk masyarakat kelas menengah ke atas yang mampu beli. Yang mempunyai purchasing power, kekuatan membeli melebihi dari kelas menuju menengah ke bawah,” ungkapnya.
Kiai Marsudi juga menjelaskan bebrerapa barang dan jasa mewah yang akan dikenai PPN 12% diantaranya adalah :
1. Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya
2. Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya
3. Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA
4. Beras premium
5. Buah-buahan premium, udang yang premium, daging premium dan lainnya.
Selain itu, Kiai Marsudi juga menanggapi kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Menurutnya masyarakat Indonesia saat ini terbagi atas beberapa kelas.
“Kalau saya lihat, fakta kondisi masyarakat saat ini orang biasanya membagi masyarakat menjadi lima kelas, yang pertama adalah kelas atas, kedua kelas menengah, ke tiga kelas menuju menengah, keempat kelas kelompok yang sangat rentang, dan yang nomor lima adalah kelas bawah atau kelas miskin,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa berdasarkan kutipan yang beredar di media, yang dimaksud kelas atas adalah golongan paling atas dalam strata sosial masyarakat. Kelas atas dinilai dengan adanya pengeluaran biaya hidupdi atas Rp 6 juta per bulannya.
Selanjutnya, kelas menengah ditandai dari jumlah pengeluaran Rp 1-6 juta per orang, per bulannya.
Disusul dengan kelas Menuju Menengah. Kelompok ini merupakan masyarakat yang memiliki pengeluaran biaya hidup antara Rp 500-1 juta masuk ke dalam golongan Menuju Kelas Menengah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.