Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kata Pakar Hukum Pidana soal Langkah Kejagung Tetapkan 5 Korporasi Tersangka Baru Kasus Timah

Kejagung menetapkan lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan timah.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Kata Pakar Hukum Pidana soal Langkah Kejagung Tetapkan 5 Korporasi Tersangka Baru Kasus Timah
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) RI Harli Siregar memimpin konferensi pers "Capaian Kinerja Kejaksaan RI Tahun 2024" di kantor Kejaksaaan Agung RI, Jakarta, Selasa (31/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022. Kelima perusahaan itu adalah PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.

Kejagung memutuskan membebankan kerugian kerusakan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp300 triliun kepada lima korporasi tersebut, sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan.

Pembebanan terhadap masing-masing korporasi yakni PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23,6 triliun, PT SIP Rp24,1 triliun, PT TIN Rp23,6 triliun, dan CV VIP Rp42 triliun.

“Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup akan dibebankan kepada perusahaan sesuai kerusakan yang ditimbulkan masing - masing perusahaan tersebut,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Menanggapi langkah Kejagung ini, Pakar Hukum Pidana, Chairul Huda menyebut jika mengacu pada hukum positif, status tersangka kepada korporasi tidak dibenarkan. 

Baca juga: Jaksa Agung Umumkan 5 Perusahaan Sebagai Tersangka Korporasi dalam Kasus Korupsi Timah

Sebab Kejagung belum bisa membuktikan kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp300 triliun yang didasarkan pada penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Berita Rekomendasi

“Kalau soal bisa sih bisa saja (penetapan tersangka), dia (Kejagung) punya kewenangan untuk itu, tapi kan secara normatif tidak benar dong,” ujar Huda kepada wartawan, Kamis.

Menurutnya langkah penetapan tersangka korporasi ini hanya jadi cara Kejagung untuk menyelaraskan vonis pengadilan dari para terdakwa yang berasal dari korporasi tersebut.

Adapun terdakwa yang telah dijatuhi vonis dalam perkara ini mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis, selaku sosok perpanjangan tangan dari PT RBT.

“Saya kira Rp300 triliun, mana Rp300 triliun? Yang namanya Rp300 triliun itu kan tidak terbukti. Karena tidak terbukti itulah sementara dia sudah gembar-gembor dan bagaimana untuk menutupi tersangka dari perusahaan-perusahaan itu,” jelasnya.

Chairul Huda melihat, gagalnya pembuktian adanya kerugian negara di balik aktivitas tambang di Kepulauan Bangka Belitung membuat Kejagung memilih menetapkan perusahaan yang dinilai jadi bagian dari kasus korupsi timah.

“Ini menunjukkan bahwa cara-cara Kejaksaan Agung ini kan, karena dia melihat hasil pengadilan terhadap terdakwa-terdakwa individu itu kan, tidak seperti yang mereka harapkan,” tuturnya.

Baca juga: Divonis Penjara 8 Tahun, Mantan Dirut PT Timah Mengaku Ikhlas: Saya Tidak Punya Niat Buruk

Langkah Kejagung ini juga dipandang sebagai cara agar aset yang sudah disita, tidak dikembalikan lagi kepada para pemiliknya.

“Jadi cari cara untuk kemudian barang-barang, uang yang disita itu bisa bisa tidak harus dikembalikan kepada pihak-pihak yang dari mana barang itu disita,” lanjut dia.

Sementara jika melihat konteks ekonomi, Huda menilai status tersangka yang disematkan Kejagung kepada lima korporasi berpotensi memberi dampak buruk bagi pendapatan negara. Misalnya hilangnya penerimaan dari sektor pajak yang biasa diterima negara dari lima perusahaan.

“Jangan sampai menegakkan hukum terhadap korporasi itu menimbulkan kerugian ekonomi yang lebih besar. Ini yang tidak dipahami oleh Kejaksaan,” pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas