Tutup Ruang Tidak Beragama, MK Nyatakan Setiap Warga Negara Harus Berkepercayaan Terhadap Tuhan
MK menyatakan larangan warga negara untuk tidak beragama adalah ketentuan yang proporsional dan bukan merupakan pembatasan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan permohonan penghapusan kolom agama di KTP, Kartu Keluarga dan syarat sah perkawinan, yang dimohonkan dalam perkara nomor 146/PUU-XXII/2024. Putusan ini dibacakan pada Jumat (3/1/2025).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan larangan warga negara untuk tidak beragama adalah ketentuan yang proporsional dan bukan merupakan pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi.
Baca juga: 5 Catatan Denny Indrayana Soal MK Hapuskan Presidential Treshold hingga Antisipasi Dinasti Politik
“Pembatasan kebebasan beragama di mana tidak ada ruang kebebasan bagi warga negara untuk tidak memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pembatasan yang proporsional dan bukanlah pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Arief menegaskan beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan secara merdeka, jauh lebih tepat ketimbang tidak beragama atau tidak menganut kepercayaan terhadap Tuhan.
Baca juga: Menteri Agama Ajak Masyarakat Isi Malam Tahun Baru dengan Muhasabah di Masjid Istiqlal
MK juga menyatakan, kebebasan beragama tidak dapat dimaknai sebagai kebebasan bagi warga negara untuk tidak beragama atau berkepercayaan.
Berkenaan dengan itu, ketentuan administrasi yang memuat kolom agama adalah norma yang berfungsi dan punya tujuan mewujudkan karakter bangsa.
"Untuk itu, norma dalam undang-undang yang mengatur mengenai administrasi kependudukan mewajibkan bagi setiap warga negara untuk menyebutkan atau mendaftarkan diri sebagai pemeluk agama atau penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan norma yang berfungsi dan bertujuan untuk memfasilitasi dan mewujudkan karakter bangsa yang demikian," jelasnya.
Selain itu MK menilai adanya kebebasan beragama atau berkepercayaan bukan pembatasan hak asasi manusia. Hukum memberi kebebasan warga negara untuk memilih agama dan meyakini kepercayaan terhadap Tuhan, selama tidak melanggar pembatasan yang diatur UUD 1945.
Berkenaan dengan pertimbangan hukum tersebut, MK menyatakan dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas bersyarat Pasal 22 UU 39/1999 adalah tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga: Hidup di Penjara, Siskaeee Mendalami Agama dan Berjanji Tak Main Film Porno Lagi
“Oleh karena itu, dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas bersyarat Pasal 22 UU 39/1999 adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Arief.
Sebagai informasi, perkara nomor 146/PUU-XXII/2024 menguji UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Perkara ini diajukan oleh Raymond Kamil dan Indra Syahputra karena menilai mereka dirugikan lantaran keharusan beragama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.