Gara-gara FTX, Filipina Tunda Penerbitan Kerangka Hukum Terkait Kripto
Regulator keuangan Filipina memutuskan untuk tidak terburu-buru menyusun kerangka hukum pada industri kripto
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MANILA – Regulator keuangan Filipina memutuskan untuk tidak terburu-buru menyusun kerangka hukum pada industri kripto, yang awalnya direncanakan akan diterbitkan pada akhir 2022.
Ketua Komisi Sekuritas dan Pertukaran (SEC) Filipina, Emilio Aquino mengatakan tenggat waktu sebelumnya untuk memperkenalkan kerangka kripto di negara tersebut telah diubah.
Hal itu dilakukan untuk mempelajari alasan di balik runtuhnya bursa FTX dan memastikan perlindungan investor.
Baca juga: Perdagangan Kripto Amblas 320 Juta Dolar AS Dalam 24 Jam, Usai Binance Digugat SEC AS
Dia menyebut kerangka tersebut kemungkinan masih akan diterbitkan pada akhir 2023.
“Kami akan terlebih dahulu mempelajari kerangka hukum terkait kripto sebelum nantinya diterbitkan,” kata Aquino.
Awal tahun ini, regulator keuangan Filipina telah mengajukan Peraturan Pelaksana Republik Act No. 11765 untuk komentar publik, yang ditandatangani menjadi undang-undang pada 2022.
Namun, undang-undang itu sendiri tidak mengandung referensi tunggal untuk "kripto" atau "blockchain”.
Ada tekanan tersendiri yang meningkat pada industri kripto di Filipina dan Bank sentral negara itu telah mendesak warganya untuk tidak terlibat dalam operasi apa pun dengan pertukaran kripto yang tidak terdaftar.
Bulan lalu, SEC Filipina menyebut pertukaran Derivatif kripto Gemini sebagai produk keamanan yang tidak terdaftar berdasarkan hukum nasional.
Baca juga: Triv Kini Kelola 300 Aset Kripto di Platformnya Setelah Listing 12 Koin Baru
Meski demikian, Filipina dinilai tetap menjadi tujuan yang menarik bagi sejumlah perusahaan kripto. Hal itu tak lepas dari pertumbuhan ekonomi Filipina yang tergolong paling cepat di dunia.