Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Otomotif

Bakal Banyak Industri Jadi Korban Jika Kendaraan Bahan Bakar Minyak Dialihkan ke Kendaraan Listrik

Tidak mudah bagi pemerintah untuk mengubah perilaku masyarakat dalam penggunaan mobil listrik.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bakal Banyak Industri Jadi Korban Jika Kendaraan Bahan Bakar Minyak Dialihkan ke Kendaraan Listrik
Tribunnews/HO/Setpres/Agus Suparto
Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama pabrik baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara, PT HKML Battery Indonesia, di kawasan Industri Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021) pagi. Proyek ini merupakan realisasi investasi konsorsium LG dan Hyundai yang terdiri atas Hyundai Motor Company, KIA Corporation, Hyundai Mobis, dan LG Energy Solution. Tribunnews/HO/Setpres/Agus Suparto 

Ketua Umum Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen Salim, menyampaikan sebanyak 47 persem anggota GIAMM akan terdisrupsi dari transisi ICE ke BEV.

Komponen yang hilang di BEV adalah mesin, pelumas, termasuk tangki bensin dan knalpot, sedangkan komponen perlu penyesuaian di BEV adalah rem, elektronik, drivetrain, AC dan kompresor.

Adapun komponen baru di BEV, kata Hamdhani, yakni battery pack, inverter, motor, DC converter dan charger.

Sementara itu, komponen ICE yang masih digunakan di BEV adalah roda dan ban, setir, suspensi, aki, sasis dan bodi, interior dan eksterior, serta lampu.

Saat ini, total anggota GIAMM mencapai 240 perusahaan, baik pemasok mobil dan motor.

Itu sebabnya, pengembangan ICE ke BEV membutuhkan transisi dan melalui sejumlah tahapan. Ketimbang langsung ke BEV, industri mobil ICE bisa masuk ke HEV dan PHEV terlebih dahulu.

"Ini bukan berarti kami pro ke merek-merek tertentu. Sebab, masa transisi ini dibutuhkan agar kami punya waktu untuk membangun kompetensi. Kalau langsung ke BEC, waktunya sangat terbatas," tegas Hamdhani.

Berita Rekomendasi

Di era elektrifikasi, dibutuhkan kompetensi di kimia, elektronik dan material, sedangkan era ICE lebih ke mekanis dan mesin.

Isu otomotif saat ini adalah konektivitas, otonom, sharing ride dan elektrifikasi, yang membutuhkan kompetensi teknologi informasi, elektronik, serta kontrol.

"Pertanyaannya, apakah kita siap? Kita bisa siap atau tidak, tergantung banyak hal. Intinya, kami akan berusaha, karena ini masalah hidup dan mati. Waktu tidak berulang lagi. Kami berusaha diversifikasi, mencari mitra yang menopang teknologi kompetensi untuk era elektrfikasi. Ini sangat menantang bagi kita," ucap Hamdhani.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Sony Sulaksono mengatakan era kendaraan listrik di Indonesia sudah di depan mata.

Namun masalah yang muncul masih cukup banyak, seperti ketersediaan infrastruktur pendukung, serta harga mobil listrik yang masih terbilang mahal.

Dibutuhkan strategi untuk menekan harga ini salah satunya ialah dengan memberikan subsidi berupa insentif, baik diberikan ke pembeli maupun manufaktur, seperti PPnBM nol persen.

Kemudian privilege untuk mereka yang memakai mobil listrik tidak akan terkena ganjil genap.

Selanjutnya juga tidak dikenakan pajak daerah, seperti di Jakarta yang sudah nol persen.

"Inilah cara kita untuk mendekatkan harga mobil listrik ke harga yang disukai masyarakat," tutur Sony.

Sebagai informasi, konsumen Indonesia lebih menyukai harga mobil di rentang Rp 200 juta - Rp 300 jutaan.

Sementara mobil listrik yang saat ini dijual di dalam negeri masih terbilang tinggi, dengan harga sekitar Rp 600 jutaan.

Untuk mendapatkan harga mobil listrik yang ideal bagi masyarakat, Kemenperin juga mendorong pembangunan pabrik baterai dan produksi mobil listrik di Indonesia.

Tak hanya itu, untuk mendapatkan harga mobil listrik yang sesuai market Indonesia, Kemenperin meminta para APM untuk membuat city car listrik.

"Kemudian kami mendorong beberapa APM untuk menprodukdi city car, apalagi di luar itu banyak pabrikan yang sudah memproduksi mobil-mobil listrik kecil yang harganya sekitar Rp 100 jutaan, jadi mungkin ini juga bisa menarik bagi konsumen di Indonesia. Namun harus tetap ada dukungan dari infrastrukturnya, agar tidak numpuk seperti kasus di Perancis. Makanya kita bikin roadmap sampai ke ranah recycle," jelas Sony.(Tribun Network/lta/van/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas