Berisiko Meledak, KNKT Sebut Sebagian APAR yang Disertakan di Mobil Tak Sesuai Standar Pemerintah
Investigator senior KNKT Ahmad Wildan mengingatkan tidak semua alat pemadam api ringan atau APAR pada mobil baru sesuai standar regulasi Pemerintah.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Investigator senior Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengingatkan kepada para konsumen otomotif dan pemilik kendaraan roda empat bahwa tidak semua alat pemadam api ringan atau APAR yang disertakan pabrikan saat konsumen membeli mobil baru sesuai dengan standar regulasi pemerintah.
“Standar keselamatan kendaraan yang diatur didalam PM 74 Tahun 2021 adalah standar minimal yang harus dipenuhi baik itu kendaraan baru maupun kendaraan lama," ujarnya saat menjadi pembicara diskusi bertajuk ”Hak-Hak Konsumen dan Kelengkapan Keselamatan Kendaraan” yang diselenggarakan Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) di sela pameran GIIAS 2023, 13 Agustus 2023.
Sebagai contoh, bahwa kewajiban memasang RUP (rear underrun protection) dan APC (alat pemantul cahaya) itu berlaku untuk semua kendaraan barang tertentu yang diatur dalam regulasi ini baik itu kendaraan baru maupun lama. Termasuk juga masalah APAR,” kata dia.
Achmad Wildan menegaskan, semua APAR yang ada di dalam kendaraan baik baru maupun lama harus mengacu kepada standar keselamatan minimal yang diatur dalam regulasi.
Di antaranya adalah tidak mengandung bahan beracun, mampu memadamkan sekurang kurangnya 3 jenis kebakaran yaitu A, B dan C serta memiliki masa kadaluwarsa tanpa pemeliharaan sekurang kurangnya 8 tahun.
Artinya, penggunaan APAR saat ini yang hanya bisa untuk memadamkan jenis kebakaran B dan C saja atau memiliki masa kadaluwarsa tanpa pemeliharaan kurang dari 8 tahun sudah tidak lagi memenuhi standar keselamatan minimal kendaraan sebagaimana diatur dalam regulasi ini dan harus segera dilakukan penggantian.
"Demikian pula halnya untuk kendaraan baru, setiap unit yang diserahkan kepada konsumen harus memenuhi ketentuan yang diatur di dalam regulasi ini," ungkap Ahmad Wildan.
Ahmad Wildan mengatakan, produsen kendaraan berkewajiban untuk menyediakan APAR dengan spesifikasi minimum yang telah ditetapkan, menyertakan petunjuk penggunaan dan informasi yang tepat dan mudah dipahami oleh pengguna kendaraan (KISS/keep it simple and stupid).
Lembaga advokasi hak-hak konsumen seperti YLKI diharapkan dapat berperan serta termasuk dalam hal pengawasan mengingat hal ini sangat terkait erat dengan hak-hak konsumen terhadap keselamatan.
Baca juga: Mobil Toyota Vios Terbakar, Sempat Disemprot 5 Apar tapi Api Tak Padam, 4 Unit Damkar Dikerahkan
Sementara itu mengingat keselamatan adalah hak konsumen yang paling hakiki, dalam kasus kendaraan yang sudah terlanjur dijual ke masyarakat namun standar keselamatannya belum sesuai dengan regulasi yang terbaru, maka pihak produsen otomotif seharusnya melakukan penggantian part sesuai dengan standar keselamatan yang baru atau istilah bakunya melakukan recall.
Khusus mengenai APAR yang digunakan di dalam mobil, yang memenuhi aturan masa kadaluarsa 8 tahun dan tidak memerlukan perawatan khusus, adalah APAR yang tidak bertekanan.
Namun, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021 itu memang tidak secara jelas menyinggung bahwa APAR yang bisa digunakan untuk kendaraan bermotor itu bertekanan atau tidak, sehingga hampir semua Agen Pemegang Merek (APM) menggunakan APAR yang bertekanan.
Baca juga: Mobil Pribadi dan Kendaran Angkutan Barang Wajib Miliki Peralatan Tanggap Darurat APAR
"Pertanyaannya adalah, apakah APAR yang bertekanan itu memenuhi aturan masa kadaluarsa 8 tahun dan juga tidak memerlukan perawatan khusus? Jika mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) bahwa APAR bertekanan itu, tabungnya harus diperiksa atau diganti setelah 5 (tahun), serta isi tabungnya (materi untuk memadamkan api) harus diganti setiap tahun, dan diperiksa setiap 6 bulan, maka artinya APAR bertekanan tidak memenuhi standar yang sudah diatur," ujar Ahmad Wildan.
Baca juga: Kemenhub Minta Kendaraan Mobil untuk Dilengkapi Fasilitas APAR
Itu sebabnya, pada 7 November 2022 lalu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, mengeluarkan surat susulan untuk melengkapi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021, yang pada intinya menekankan bahwa APAR untuk digunakan pada kendaraan umum adalah APAR yang tidak bertekanan.
“Akan tetapi, hIngga kini masih ada kendaraan bermotor yang menggunakan APAR yang bertekanan. Padahal membawa APAR bertekanan di dalam mobil itu berbahaya, terutama jika APAR bertekanan itu tidak secara berkala diperiksa,” kata Ahmad Wildan.
Karena itu dipandang perlu adanya sosialisasi tentang Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021 Tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor kepada masyarakat umum perlu dilakukan lebih intens dan lebih menyeluruh (massive) dan mencakup spektrum yang lebih luas lagi agar standar keselamatan minimal yang sudah diatur dapat dipatuhi untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan atau menurunkan fatalitas jika kecelakaan itu tidak dapat dihindari.
Selain menghadirkan investigator senior KNKT Ahmad Wildan, diskusi ”Hak-Hak Konsumen dan Kelengkapan Keselamatan Kendaraan” juga menghadirkan Ludiatmo, Chief Commercial Officer PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (Vector), investigator senior KNKT Ahmad Wildan dan Joko Kusnantoro, Plt Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Kementerian Perhubungan RI.