Saksi Jokowi-JK: Abaikan Permintaan PSU Tim Prabowo-Hatta
Yang harus selektif adalah penyelenggara Pemilunya yaitu KPU dan Bawaslu, sehingga tidak ceroboh dalam mengeluarkan kebijakan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dosen hukum tata negara yang juga saksi dari tim pasangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla, Denny Iskandar mengatakan permintaan tim pasangan Prabowo-Hatta untuk untuk digelarnya Pemingutan Suara Ulang (PSU) lebih baik diabaikan oleh KPUD Jakarta.
Pasalnya, yang menjadi dasar permintaan kepada penyelenggara Pemilu tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
"Apa yang sudah dilakukan sudah tidak memenuhi ketentuan, oleh karena itu harus diabaikan apa yang disebut oleh rekomendasi Bawaslu, abaikan," ujar Denny, Minggu (20/7/2014).
Kenapa mesti diabaikan, lanjut Denny karena yang menjadi dasar keberatan tidak dapat dijadikan delik hukum oleh Pihak Bawaslu karena tidak tercantum dalam peraturan.
"Iya, tidak bisa dijadikan delik hukum. Apapun yang dilakukan Bawaslu dengan dasar Bawaslu RI itu bukan ketentuan. Yang digunakan kan UU Pemilunya, UU Pilpres No.42 tahun 2008 dan PKPU No.19 tahun 2014, deliknya tidak ada. Oleh karena itu jangan serampangan," ujar Denny.
Denny mengatakan permintaan pihak pasangan nomor satu untuk digelarnya PSU adalah wajar karena itu merupakan hak, namun yang harus selektif adalah penyelenggara Pemilunya yaitu KPU dan Bawaslu, sehingga tidak ceroboh dalam mengeluarkan kebijakan.
"Kami menghargai karena sebuah keberatan itu hak politik siapa pun. Kami tidak melawan itu. Tapi Bawaslu kemudian harus memutuskan dengan seksama sehingga tidak cereboh," ujar Denny.
Untuk diketahui komisi pemilihan umum daerah (KPUD) Jakarta mengadakan pemungutan suara ulang di 13 TPS di Jakarta, kemarin. Pada Pilpres 9 Juli lalu, di TPS tersebut sebagian besar dimenangkan oleh pasangan Jokowi-JK.
KPUD Jakarta melaksanakan PSU tersebut setelah menerima rekomendasi Bawaslu yang menyebutkan terdapat pelanggaran pelaksanaan Pemilu di 13 TPS. Pelanggaran tersebut yakni banyaknya pemilih ber KTP di luar domisili, ikut mencoblos tanpa menperlihatkan form A5 yang merupakan persyaratan.