Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Surat Edaran KPU Melanggar Konstitusi

Tindakan KPU yang sebelumnya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) membuka kotak suara sebelum sidang adalah salah dan melanggar konstitusi

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pengamat: Surat Edaran KPU Melanggar Konstitusi
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik (tengah) saat menghadiri sidang lanjutan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (8/8/2014). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan Bawaslu terkait gugatan Pilpres pasangan Prabowo-Hatta. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ahmad Sabran

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sidang kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan ketetapan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk perintah membuka kotak suara dalam menghadapi gugatan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Hatta.

Ketetapan MK ini dinilai sebagai bukti nyata bahwa tindakan KPU yang sebelumnya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) membuka kotak suara sebelum sidang adalah salah dan melanggar konstitusi. “MK telah mengeluarkan ketetapan terhadap perintah pembukaan kotak suara. ini artinya, apa yang sudah dilakukan oleh KPU sebelumnya melalui surat edarannya adalah keliru,” kata Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Said Salahudin, menanggapi sidang PHPU Kedua.

Menurut Said, bunyi ketetapan MK ada dua hal yang perlu dikritisi. Pertama, tidak boleh membuka kotak suara tanpa melibatkan saksi. Sehingga apa yang sudah dilakukan oleh KPU melalui SE nomor 1446/KPU/VII/2014 tertanggal 25 Juli 2014 tentang perintah membuka kotak suara itu sudah bermasalah dan pelanggaran hukum. Hal kedua adalah pembukaan kotak suara itu baru diperbolehkan sejak dikeluarkannya ketetapan MK tersebut.

“KPU baru diijinkan. Yang berarti sebelumnya (sebelum sidang) tidak diijinkan,” terangnya.

Jika MK tidak menganggap apa yang telah dilakukan oleh KPU melalui SE itu adalah pelanggaran, cetus Said, maka MK tidak perlu mengeluarkan ketetapan tadi. “Ketatapan itu dibuat karena MK memang menemukan adanya pelanggaran hukum,” tegasnya.

Pasca penetapan MK itu, tutur Said, boleh jadi MK tidak mengakui alat bukti KPU yang telah membuka kotak suara kalau diambil dengan cara yang tidak sah. Ia menilai ketetapan MK menyatakan alat bukti KPU tidak sah dan tidak bernilai.

Berita Rekomendasi

Sehingga nantinya dalam putusan MK bisa tidak mengakuinya. Untuk kemudian setelah menyatakan bahwa alat bukti KPU tidak sah, maka hakim MK bisa menjatuhkan putusan sela yang dalam putusan memerintahkan agar dilakukan perhitungan ulang yang terkait dengan selisih angka.

Tetapi bisa juga MK memerintahkan pemungutan suara ulang apabila terkait dengan kualitas demokrasi. Dimana pelanggaran itu dianggap massif dan mencederai demokrasi. “Dimana MK akan melakukan pemungutan atau penghitungan ulang di seluruh TPS yang dianggap tidak sah itu oleh MK,” tandasnya.

Said pun mencibir adanya ‘surat cinta’ atau surat permohonan dari KPU yang justru terbilang telat untuk meminta arahan dari MK soal pembukaan kotak suara tersebut. Menurutnya, surat KPU itu juga terbilang ganjil. Karena baru minta pendapat setelah membuka kotak suara.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas