Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, Dianggap Merugikan hingga Kemendikbud Dinilai Langgar UU
Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, dianggap merugikan hingga Kemendikbud dinilai langgar UU Sistem Pendidikan Nasional.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, dianggap merugikan hingga Kemendikbud dinilai langgar UU Sistem Pendidikan Nasional.
TRIBUNNEWS.COM - Sistem Zonasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dianggap merugikan dan tidak adil oleh para orang tua.
Tak hanya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bahkan dinilai melanggar Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.
Kebijakan Sistem Zonasi yang diterapkan sejak 2017 ini menuai kontroversi di kalangan orang tua murid.
Dikutip Tribunnews dari laman resmi Kemendikbud, Sistem Zonasi diterapkan karena pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh.
Baca: LPMP Jatim Segera Sampaikan Usulan Kekhususan Zonasi PPDB Surabaya ke Kemendikbud
Tak hanya itu, Sistem Zonasi juga dinilai sebagai satu di antara strategi percepatan pemeritaan pendidikan berkualitas.
Lantas, seperti apa polemik Sistem Zonasi yang timbul?
Tribunnews merangkum Kompas.com, berikut ini fakta-fakta terkait Sistem Zonasi PPDB 2019 :
1. Dianggap merugikan dan tak adil
Orang tua di Depok, Jawa Barat mengeluhkan Sistem Zonasi pada PPDB 2019 yang dianggap merugikan dan tidak adil.
Misalnya Lina, warga Jembatan Serong, yang mengaku setiap subuh selama tiga hari berturut-turut menemani anaknya mengantre verifikasi PPDB.
Ia menilai Sistem Zonasi merugikan karena anaknya yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang nilainya lebih rendah namun rumahnya lebih dekat sekolah.
"Ini sebenarnya tidak adil ya, anak saya sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar, tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya itu rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya," kata Lina di SMAN 1 Nusantara, Pancoran Mas, Depok, Rabu (19/6/2019).
Ridho, warga Beji, menyatakan dirinya merasa pesimis sang anak bisa diterima di SMAN 1.