Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, Dianggap Merugikan hingga Kemendikbud Dinilai Langgar UU

Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, dianggap merugikan hingga Kemendikbud dinilai langgar UU Sistem Pendidikan Nasional.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, Dianggap Merugikan hingga Kemendikbud Dinilai Langgar UU
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ratusan orang tua calon siswa menerima hasil seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2018/2019 melalui sistem PPDB Online Kota Bandung yang dilaksanakan dari 2-6 Juli 2018, di Aula SMP Negeri 2, Jalan Sumatra, Kota Bandung, Senin (9/7/2018). Bagi calon siswa yang diterima lewat jalur akademik, undang-undang dan prestasi untuk melaksanakan daftar ulang pada 10 Juli 2018. Sedangkan daftar ulang untuk jalur zonasi dan RMP dilaksanakan pada 11 Juli 2018. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Polemik Sistem Zonasi PPDB 2019, dianggap merugikan hingga Kemendikbud dinilai langgar UU Sistem Pendidikan Nasional.

TRIBUNNEWS.COM - Sistem Zonasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dianggap merugikan dan tidak adil oleh para orang tua.

Tak hanya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bahkan dinilai melanggar Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.

Kebijakan Sistem Zonasi yang diterapkan sejak 2017 ini menuai kontroversi di kalangan orang tua murid.

Dikutip Tribunnews dari laman resmi Kemendikbud, Sistem Zonasi diterapkan karena pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh.

Baca: LPMP Jatim Segera Sampaikan Usulan Kekhususan Zonasi PPDB Surabaya ke Kemendikbud

Tak hanya itu, Sistem Zonasi juga dinilai sebagai satu di antara strategi percepatan pemeritaan pendidikan berkualitas.

Lantas, seperti apa polemik Sistem Zonasi yang timbul?

Berita Rekomendasi

Tribunnews merangkum Kompas.com, berikut ini fakta-fakta terkait Sistem Zonasi PPDB 2019 :

1. Dianggap merugikan dan tak adil

Orang tua mendampingi anaknya mendaftar ke panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 di SMK Al Falah, Jalan Cisitu Baru, Kota Bandung, Rabu (11/7/2018). Calon siswa yang mendaftar ke sekolah swasta yang berada di kawasan Simpang Dago itu membludak hingga kuota 288 siswa sudah terpenuhi untuk empat jurusan, yaitu instalasi tenaga listrik, teknik pemeliharaan mekanik industri, teknik kendaraan ringan, dan rekayasa perangkat lunak. Pihak sekolah mengatakan, membludaknya pendaftar salah satu faktornya adalah diberlakukannya sistem zonasi pada PPDB sekolah negeri hingga banyak calon siswa yang tidak diterima. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Orang tua mendampingi anaknya mendaftar ke panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 di SMK Al Falah, Jalan Cisitu Baru, Kota Bandung, Rabu (11/7/2018). Calon siswa yang mendaftar ke sekolah swasta yang berada di kawasan Simpang Dago itu membludak hingga kuota 288 siswa sudah terpenuhi untuk empat jurusan, yaitu instalasi tenaga listrik, teknik pemeliharaan mekanik industri, teknik kendaraan ringan, dan rekayasa perangkat lunak. Pihak sekolah mengatakan, membludaknya pendaftar salah satu faktornya adalah diberlakukannya sistem zonasi pada PPDB sekolah negeri hingga banyak calon siswa yang tidak diterima. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) (TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Orang tua di Depok, Jawa Barat mengeluhkan Sistem Zonasi pada PPDB 2019 yang dianggap merugikan dan tidak adil.

Misalnya Lina, warga Jembatan Serong, yang mengaku setiap subuh selama tiga hari berturut-turut menemani anaknya mengantre verifikasi PPDB.

Ia menilai Sistem Zonasi merugikan karena anaknya yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang nilainya lebih rendah namun rumahnya lebih dekat sekolah.

"Ini sebenarnya tidak adil ya, anak saya sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar, tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya itu rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya," kata Lina di SMAN 1 Nusantara, Pancoran Mas, Depok, Rabu (19/6/2019).

Ridho, warga Beji, menyatakan dirinya merasa pesimis sang anak bisa diterima di SMAN 1.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas