Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IKA Undip Gelar Seminar 'Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Perspektif Akademis & Pelaku Usaha’

jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan sebesar 5.5% di tahun 2021, maka investasi perlu bertumbuh sebesar 13% dari nilai investasi di tahun 2019.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in IKA Undip Gelar Seminar 'Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Perspektif Akademis & Pelaku Usaha’
HandOut/Istimewa
Seminar Omnibus Law Cipta Kerja di Ruang Seminar Gd Laboratorium Litigasi Fakultas Hukum Undip Tembalang, Rabu (26/2/20). Acara yang digelar Universitas Diponegoro dengan Ikatan Alumni Universitas Diponegoro ini bertajuk ‘Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Perspektif Akademis & Pelaku Usaha’. 

“Di antaranya adalah munculnya jaminan kehilangan pekerjaan atau dikenal dengan unemployment benefit, Uang tunai, fasiltitas penempatan dan sertifikasi,” jelasnya.

Sementara itu, Rektor UNDIP Prof Dr Yos Johan Utamamenyampaikan analisisnya terhadap beberapa perubahan pasal dan ketentuan dalam RUU Omnibus Law.

Dia menyebut, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) diubah. Seperti perubahan Pasal 38.

Dalam pasal tersebut pemerintah menghilangkan dualisme keputusan non elektronik dengan keputusan elektronik.

“Ada percepatan tenggat waktu fiktif positip dari 10 hari menjadi 5 hari. Tetapi, belum menyentuh percepatan proses peradilan dan justru menghapus ayat yang mempercepat proses peradilan,” jelasnya.

Narasumber lainnya, Wakil Ketua LPPM Undip Prof Dr Rahayu  menyoroti aspek ketenagakerjaan yang terdampak RUU Omnibus Law.

Ada tujuh aspek yang terdampak yaitu; tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya (outsourcing), waktu atau jam kerja, pengupahan, PHK dan pesangon, serta sweetener.

Berita Rekomendasi

Dalam hal pengupahan, misalnya, diatur dalam Pasal 89 angka 23-36. Rahayu menjelaskan, pasal ini mengatur bahwa setiap pekerja atau buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan nasional yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Peundang-undangan.

“Upah ditetapkan berdasar satuan waktu dan satuan hasil. Tetapi, upah minimum tidak dapat ditangguhkan. Dalam hal ini perusahaan tidak mampu membayar upah minimum dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU Ketenagakerjaan atau tindak pidana akan sulit diimplementasikan,” jelasnya.

Kaitannya dengan kenaikan upah minimum yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi daerah, Rahayu menilai hal ini berpotensi terjadi migrasi buruh ke daerah yang upah minimumnya lebih tinggi.

“Soal upah yang berbasis jam kerja, ini merupakan hal baru terkait dengan perkembangan ekonomi digital. Harus hari-hati menentukan upah minimumnya, sebagai dasar penghitungan pesangon bila terjadi PHK,” paparnya.

Di sisi lain, Prof Dr Retno Saraswati Dekan FH Undip megatakan bahwa dalam BAB XIII RUU Omnibus Law, Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.

Hal ini bisa dilakukan setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR RI. Perubahan ketentuan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas