Pengamat Ungkap Sisi Positif Pembelajaran Daring di Masa Pandemi: Kemampuan Literasi IT Meningkat
Pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof Dr Harun Joko Prayitno MHum memberikan tanggapannya sisi positif pembelajaran daring.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Ifa Nabila
Namun ada beberapa pembelajaran bagi jenjang tertentu yang dimungkinkan untuk tetap berbasis daring.
"Kegiatan pembelajaran tetap berlangsung seperti sebelum pandemi."
"Mungkin untuk perkuliahan bisa 50 persen daring dan 50 persen tatap muka karena dasarnya daring adalah knowing (pengetahuan)."
Baca: Kapan Masuk Sekolah Menurut Menteri Pendidikan? Nadiem Makariem Tunggu Keputusan Gugus Tugas
"Tetapi semakin jenjangnya ke bawah seperti TK dan SD tatap muka masih tetap diperlukan," jelasnya.
Harus menuturkan, alasannya adalah ada beberapa pembelajaran dalam jenjang tertentu yang tidak bisa dilakukan dengan basis daring.
"Ada sesuatu yang tidak bisa digantikan karena untuk anak TK dan SD pembelajarannya kognitif, afektif, psikomotorik, dan skill."
"Dalam skill itu ada kehidupan bermasyarakat atau kompetensi sosial yang tidak bisa digantikan dengan teknologi apapun dalam pembelajaran daring," tambahnya.
Oleh karena itu, Harun juga menyarankan agar pada pengajar mulai di edukasi untuk mengkombinasi literasi IT dengan tatap muka.
Selain itu, Harun pun membeberkan tiga hal yang kurang disadari mengenai kekurangan pembelajaran daring.
Baca: Menkes Terawan Ajak Kemenag dan Kemendikbud Kaji Protokol Kesehatan New Normal di Sektor Pendidikan
Pertama, ia mengatakan pembelajaran daring tidak bisa membentuk pendidikan karakter secara utuh.
Kedua, pembelajaran daring, menurut Harun, tidak bisa memberi contoh nyata atau secara konkret kompetensi sosial.
Terakhir, Harun mengatakan, secara ekonomi, pembelajaran daring membutuhkan biaya komunikasi yang tinggi.
"Meski irit di jajan dan transport, tetapi jajan dan transport dapat menggerakan ekonomi masyarakat kecil."
"Kalau biayanya diganti dengan biaya komunikasi maka hanya bisa dinikmati oleh beberapa monopoli perusahaan komunikasi saja," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)