Organisasi Keagamaan Curhat ke Komisi X DPR soal Meroketnya UKT: PTN Seperti Perusahaan
Yafet lalu membandingkan biaya perguruan tinggi di Australia yang sebenarnya hanya beda tipis dengan besaran pembayaran di Indonesia.
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran anggota Komisi X DPR RI mendengarkan aspirasi tentang tingginya biaya pendidikan perguruan tinggi dari sejumlah organisasi keagamaan.
Pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), hingga Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menyampaikan aspirasi itu dalam rapat dengar pendapat umum (RPDU) di ruang Komisi X Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Seperti aspirasi pengurus PGI dan Walubi yang menyampaikan soal biaya pendidikan yang meroket, seperti uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN).
Mereka meminta peran pemerintah untuk mengatasi persoalan itu.
Perwakilan PGI Yafey Yosafey Wilben Rissh mengayakan, orientasi profit menjafk sangat kental dan itulah masalah dari pendidikan di Indonesia saat ini.
"Akibat lanjutannya, PTN ibarat seperti perusahaan, yang melakukan produksi massal dan mengabaikan kualitasnya," kata Yafet dalam rapat.
Baca juga: Tanggapi Polemik UKT Mahal, Maruf Amin: Jangan Dibebankan Semua ke Mahasiswa
Menurutnya, ada anggapan bahwa perguruan tinggi tak boleh defisit. Karena itulah, perguruan tinggi kini membuka pendaftaran sebanyak-banyaknya untuk mahasiswa baru dan mengesampingkan kualitas.
"Bahkan sampai bulan September dan Oktober pun masih menerima dengan Jalur Mandiri. Ini anomali yang luar biasa sederhana tampaknya, tetapi implikasinya luar bisa. Tidak hanya bagi PTN, tetapi implikasinya bagi perguruan tinggi swasta pada umumnya," sambungnya.
Yafet lalu membandingkan biaya perguruan tinggi di Australia yang sebenarnya hanya beda tipis dengan besaran pembayaran di Indonesia.
"Australia tahun 2023 income per kapitanya 65.400, Indonesia income per kapita kita tahun 2023 kemarin 4.580, kurang atau lebih. Tapi kita disuruh membayar yang sama. Inilah yang saya katakan neoliberalisasi pendidikan yang sangat masif dan tidak terkontrol oleh pemerintah," kata dia.
Baca juga: Revisi UU MK Sarat Kepentingan Politik, Jimly Asshiddiqie Desak Ditunda Hingga DPR Periode Mendatang
Sementata itu, Yohannes selaku perwakilan KWI berharap besaran anggaran BOS bagi sekolah Katolik dinaikkan.
"Besaran anggaran BOS yang ada di sekolah pedalaman, masukan dari teman-teman di 37 keuskupan, mereka berharap semoga bisa dipertimbangkan untuk dinaikkan terkait dengan transportasi, memberikan barang saja sangat mahal, untuk ke kota saja transportasinya luar biasa," kata Yohannes.
Khusus untuk Indoensia Pintar, Yohanes juga berharap langsung diberikan kepada siswa dan sekolah.
"Anggaran itu bisa masuk ke rekening sekolah untuk membantu biaya SPP siswa, karena di beberapa tempat SPP ini tidak langsung dibayarkan oleh orang tua," sambungnya.
Senada dengan KWI, Walubi juga menginginkan biaya pendidikan yang murah.
Viralnya biaya pendidikan yang mahal dikhawatirkan bakal memunculkan gejolak di mana-mana
"Sebetulnya anggaran yang besar seharusnya digunakan maksimal untuk pendidikan agar biaya pendidikan menjadi murah," tandasnya.