Cerita Pantun Sunda Nyaris Punah, Perlu Upaya Revitalisasi, Diseminasi Hasilkan Tiga Rekomendasi
Sebagaimana ratusan kesenian Sunda lainnya, saat ini cerita pantun Sunda menuju kemusnahan. Seni-sastra ini mungkin akan menghilang.
Editor: Muhammad Barir
Berbeda dengan pantun dalam sastra Melayu yang terdiri atas sampiran dan isi, lakon pantun dalam bahasa Sunda berupa cerita yang memiliki struktur khusus.
Menurut Aan Merdeka Permana, pertunjukan ini sudah jarang ditemui di tengah masyarakat.
Padahal, pantun Sunda bukan semata-mata pertunjukan, melainkan untaian kisah yang di dalamnya terkandung pula sejarah.
Atas usaha sendiri, Aan pernah mendokumentasikan cerita pantun pada tahun 1990-an. Ia merekam pertunjukan itu dalam bentuk video. Namun, upayanya tidak dilanjutkan karena keterbatasan biaya.
“Juru pantun yang saya rekam waktu itu antara lain Ki Atang dari Sumedang, Ki Odon, dan Nyimas Karnéwi juru pantu wanita dari Subang,” kata Aan.
Sementara itu menurut Engkus Kuswara, keberadaan juru pantun sekarang makin menghilang.
Di daerah Bandung Timur, hanya dirinya yang masih bisa mementaskan pantun. Hampir tak ada regenerasi, karena diperlukan kesungguhan dalam mempelajarinya.
“Seorang juru pantun harus menguasai ratusan cerita di luar kepala. Jadi perlu kepiawaian berbahasa Sunda. Selain itu, ia juga harus bisa memainkan kecapi dan mengalunkan tembang,” ucap Engkus.
Arthur S. Nalan mengungkapkan bahwa kegiatan ini sangat menarik, karena bisa menjadi percontohan dalam hal alih wahana cerita pantun.
Ini merupakan warisan budaya yang memiliki “potensi kelokalan” luar biasa. Upaya kreatif akan menjadikan pantun Sunda menjadi tradisi yang hidup (living tradition) dan perkembangan zaman.
“Pantun Sunda dapat bergerak menjadi tradisi yang hidup dengan cara-cara baru. Sebagai sumber alih wahana, perlu langkah-langkah pemetaan ulang, revitalisasi, dan penafsiran ulang. Nantinya bisa menjadi perubahan ke bentuk seperti pembacaan lakon, teater tari, dan sebagainya,” tutur Arthur.
Sementara itu, Dadan Sutisna memaparkan sejarah pantun dari dahulu hingga saat ini. Ada ratusan cerita pantun yang dapat ditelusuri, dan masing-masing cerita memiliki versinya sesuai dengan keberadaan juru pantun.
Pantun Sunda telah diteliti oleh orang-orang Belanda, juga ada upaya dari para maestro seperti Ajip Rosidi dan Enoch Atmadibrata untuk merekam pantun secara langsung.
“Namun, masih banyak kekosongan yang perlu dikembangkan. Di antaranya belum ada penerjemahan cerita pantun. Padahal sebagai sumber alih wahana, cerita pantun perlu diterjemahkan agar lebih dikenal oleh masyarakat luas,” kata Dadan.
Kegiatan ini menghasilkan tiga rekomendasi. Pertama, meskipun ada potensi alih wahana, pertunjukan pantun harus dipertahankan.
Kedua, perlu upaya regenerasi agar cerita pantun tidak terputus dan dapat dikembangkan. Ketiga, perlu ada lembaga yang menyediakan sumber-sumber dokumentasi cerita pantun, termasuk upaya penerjemahan secara berkala.