Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Ketua Bawaslu RI Sikapi Dihentikannya Kasus Slamet Ma'arif

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, heran dengan keputusan pihak kepolisian menghentikan kasus Slamet Ma'arif

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Respons Ketua Bawaslu RI Sikapi Dihentikannya Kasus Slamet Ma'arif
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Ketua Bawaslu RI Abhan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, heran dengan keputusan pihak kepolisian menghentikan kasus dan mencabut status tersangka Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma'arif.

Menurut Abhan, sebetulnya kasus dugaan pelanggaran Pemilu tersebut bisa diteruskan.

Kata dia, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat istilah in absentia dalam proses penanganan sebuah perkara pemilu.

Baca: Prabowo Janji Jemput Rizieq dan bebaskan eman-emak yang jadi tersangka Kalau Terpilih Jadi Presiden

Artinya, sebuah perkara pemilu bisa tetap dilanjutkan tanpa perlu menghadirkan tersangka lantaran sudah terkumpul barang bukti yang cukup.

Sehingga keterangan dari tersangka tidak perlu lagi dikejar demi sebuah pengakuan.

Dalam hal ini, tugas penyidik dan penuntut umum membuktikan fakta dari alat bukti yang sudah terkumpul sebelumnya.

Baca: Mahfud MD Sebut Ada Produsen Terstruktur di Video Viral Kampanye Hitam yang Disampaikan Emak-emak

Berita Rekomendasi

"Pengertian in absentia, sepemaham kami bahwa (kasus) itu bisa dilanjut tanpa menghadirkan tersangka, karena ada bukti. Namanya tersangka itu tidak harus dikejar sebuah pengakuan, tetapi tugas penyidik dan penuntut umum bisa membuktikan atas fakta alat bukti lainnya," kata Abhan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).

Abhan beranggapan, bila kasus dihentikan lantaran tak punya bukti cukup kuat, terlebih sudah dibahas sejak awal oleh seluruh pihak terkait, seharusnya pihak yang menangani bisa melihat dari awal apakah perkara tersebut lemah atau kuat.

Bukan di tengah perjalanan justru dihentikan.

Baca: Negara Pertama di ASEAN, Indonesia Bakal Punya Kapal Selam Buatan dalam Negeri

"Kalau saat ini kasus sudah SP3, mestinya dalam pemahaman yang ideal bahwa ketika suatu kasus sudah dibahas sejak awal oleh tiga lembaga, mestinya enggak ada unsur. Kalau sudah tahu lemah jangan lanjut, kalau tahu kuat ayo lanjut, kira-kira itu kan. Kalau (butuh alat bukti) itu mah tanyakan saja ke pemohon," jelas dia.

Kendati punya anggapan demikian, Bawaslu tidak bisa berbuat banyak karena kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada pihak kepolisian.

"Ini sudah menjadi kewenangan penyidik dan nanti setelah penyidikan selesai kan kewenangan penuntut umum, jaksa. Bawaslu sudah mengawal ini udah selesai proses pembahasan 1, 2, dan 3," pungkasnya.

Sebelumnya, polisi menghentikan kasus dugaan tindak pidana pemilu yang menjerat Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma'arif.

Slamet sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Surakarta.

Alasannya kasus dihentikan adalah berdasarkan keputusan rapat antara kepolisian, pihak KPUD dan sentra Gakkumdu Kota Solo.

Selain itu, Slamet tidak memenuhi panggilan polisi sebanyak dua kali.

Sedangkan kepolisian hanya memiliki batas waktu 14 hari kerja dalam mengusut kasus tindak pidana pemilu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas