Tak Hanya Ramadan, Rajinlah Puasa Sunah, Ini Penjelasan Peraih Nobel Fisiologi dan Kedokteran
Tak sekadar anggapan, peneliti asal Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi, membuktikan secara ilmiah bahwa puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Dalam ajaran Islam, berpuasa merupakan salah satu ibadah menahan rasa haus, lapar dan hawa nafsu sejak waktu subuh hingga magrib.
Ibadah berpuasa dipercaya tak hanya membawa kebaikan terhadap aspek rohani tetapi juga jasmani.
Tak sekadar anggapan, peneliti asal Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi, membuktikan secara ilmiah bahwa puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan.
Bagaimana penjelasannya? Tribunnews.com bekerjasama dengan Gana Islamika menampilkannya dalam tulisan ini.
Peraih nobel ini menemukan bahwa puasa berkaitan erat dengan autophagy.
Autophagy merupakan istilah Yunani yang berarti ‘memakan diri sendiri’.
Secara ilmiah, autophagy dikenal sebagai kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.
Melalui penelitiannya, Ohsumi menemukan bahwa autophagy memegang peran besar dalam tubuh.
Mekanisme ini berperan besar dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis penting di mana komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang.
Dengan autophagy, sel dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit, maupun terinfeksi.
Setelah mengisolasi bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel.
Dari mekanisme ini, komponen-komponen sel yang rusak akan dibangun dan diperbaharui kembali.
Pada kasus sel yang terkena infeksi, autophagy juga dapat mengeliminasi bakteri atau virus penginfeksi.
Tak hanya itu, autophagy juga berkontribusi dalam perkembangan embrio hingga pencegahan dampak negatif dari proses penuaan.