Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

JK: Sultan Itu Gaya Hidupnya Demokratis

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sebenarnya pernyataan Presiden SBY tak bertentangan dengan pernyataan Sri Sultan

Editor: Kisdiantoro
zoom-in JK: Sultan Itu Gaya Hidupnya Demokratis
tribunnews.com/herudin
Ketua umum PMI Jusuf Kalla yang juga mantan Wapres 
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Harismanto

TRIBUNNEWS.COM, PADANG – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), mengatakan, sebenarnya pernyataan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, tak bertentangan dengan pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X.

“Meski ada Monarki di Yogyakarta, tetapi juga harus demokratis seperti di Jepang, Inggris dan Norwegia. Keraton tetap dijaga tapi tetap demokratis. Sultan Hamengkubuwuno X pun mengatakan, keraton tetap ada dan demokratis juga jalan,” kata JK, Kamis (2/12/2010), saat berkunjung ke Padang.

Demokrasi, katanya, tak hanya cara memilih orang, tapi juga gaya hidup. “Sultan itu gaya hidupnya demokratis sekali. Jadi jangan katakan hanya pilkada itu yang demokratis. Cara bekerja dan memerintah tetap demokratis di keraton,” ucap JK.

Presiden, katanya, tak salah untuk menegakkan demokrasi di Yogyakarta. “Mungkin yang salah, monarki absolute, yang dikatakan SBY. Sultan pun tak menginginkan monarki absolute. Tapi Sultan ingin ada sistem istimewa yang menjaga keduanya (keraton dan demokrasi). Jadi harus dirumuskan jalan keluarnya. Kita ingin mendengarkan usul dari Sultan, dari keraton sendiri. Jadi menjaga demokrasi dan keraton,” ungkap JK.

Seperti diketahui sebelumnya, pada 26 November lalu, SBY menyatakan, tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi. SBY menjelaskan Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi, sehingga nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karenanya, terkait penggodokan RUU Keistimewaan DIY, pemerintah akan memprosesnya bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan satu Undang-undang yang tepat.

Pernyataan SBY ini lalu mengundang polenik. Namun akhirnya, Presiden SBY berkomentar panjang lebar terkait kisruh yang timbul atas istilah monarki di DI Yogyakarta. Menurut SBY, pernyataan dirinya saat sidang kabinet 26 November 2010 lalu, telah salah ditafsirkan.

Presiden, di awal-awal penjelasannya di Istana Negara, Kamis (2/11/2010), mengungkapkan ia merasa seolah-olah sedang terlibat konflik dengan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Padahal, kata SBY, tidak ada konflik pribadi antara dirinya dengan Sultan. (*)

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas