Pemkab Kutai Timur Tolak Negosiasi dengan Churchill Mining
Menjelang sidang arbitrase, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, selaku pihak tergugat, menegaskan tetap menolak
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered dari Singapura
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Sidang perdana arbitrase antara Pemerintah Indonesia menghadapi gugatan Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris, di International Center For Settlement of Investment Disputes (ICSID) akan dilaksanakan pagi ini, Senin (13/5/2013).
Sidang akan dilaksanakan di Stamford Raffles Room, Maxwell Chamber 3, Temasek Avenue #16-10, Centennial Tower, Singapura.
Menjelang sidang arbitrase, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, selaku pihak tergugat, menegaskan tetap menolak langkah negosiasi. Hal tersebut disampaikan Bupati Kutai Timur, Isran Noor.
"Mereka kelihatannya ingin melakukan negosiasi. Ada kesan seperti itu. Tapi saya tidak mau. Namun hal tersebut belum mereka sampaikan secara resmi (formal)," kata Isran Noor kepada Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network).
Berdasarkan website ICSID, sidang yang dilaksanakan di Singapura merupakan sidang antara Churchill Mining dengan Republic of Indonesia, serta Planet Mining Pty Ltd dengan Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/12/14 and 12/40).
Tim kuasa hukum Republik Indonesia (RI) telah menunjuk arbiter asal Singapura, Michael Hwang untuk menghadapi Churchill di ICSID yang menggugat Republik Indonesia senilai USD 2 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. Pihak penggugat menunjuk Albert Van Den Berg. Sedangkan ketua tribunalnya adalah Prof Gabriel Kaufmann.
Michael Hwang adalah seorang arbiter dari Singapura. Pada tahun 1991, Michael pernah diangkat menjadi Komisioner Yudisial pada Supreme Court of Singapore. Setelah menyelesaikan masa jabatannya pada tahun 1992, Michael lalu diangkat sebagai salah satu penasihat senior pada tahun 1997. Kemudian ia menjadi Presiden Law Society of Singapore.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah menunjuk Pemkab Kutim untuk menjadi pihak dalam proses arbritase yang dilakukan ICSID. Hal ini tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2012 yang diterbitkan 22 September 2012.
"Kita yang diberikan tanggung jawab penuh untuk menghadapi gugatan. Itu lebih bagus, karena saya jadi lebih bebas. Meskipun demikian Kejaksaan Agung dan Kemenkum HAM RI tetap menjadi leading institusi," kata Isran.
Dalam Keppres itu, disebutkan penunjukan Pemkab Kutai Timur tidak diperlukan persetujuan dari ICSID sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal.
"Presiden juga menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin untuk melakukan tindakan yang diperlukan agar penunjukan kepada Pemkab Kutai Timur dicatatkan dan diumumkan oleh ICSID sesuai dengan konvensi, peraturan, dan aturan dalam ICSID," demikian isi pengumuman tersebut.
Lantas, karena pihak Indonesia berposisi sebagai tergugat, apakah juga ikut menanggung biaya berperkara arbitrase di ICSID? Dan terkait biaya persiapan internal, seperti penunjukan arbiter dan konsolidasi, apakah bersumber dari APBN, APBD, atau sumber lainnya?
Menanggapi pertanyaan tersebut, Isran Noor hanya memberikan jawaban singkat, bahwa masing-masing pihak harus mengeluarkan biaya.
"Sama-sama menanggung biaya keperluan seperti persidangan," katanya via pesan singkat.
Sedangkan merujuk pada Perpres 78 tahun 2012 tentang penunjukan tim kuasa hukum RI, sebagaimana dikutip dari website resmi Sekretariat Kabinet RI (www.setkab.go.id) disebutkan bahwa Tim Kuasa Hukum melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Tim Kuasa Hukum dibebankan kepada APBN. Belum diketahui apakah penunjukan Kutim sebagai penanggungjawab, beserta berbagai manuver hukumnya, juga akan ditanggung APBN atau justru berdampak pada penggunaan APBD Kutai Timur untuk berperkara.
Pasalnya antara Perpres tentang pembentukan kuasa hukum (Perpres 78/2012) dan Keputusan Presiden tentang penunjukan Pemkab Kutim sebagai penanggungjawab berperkara (Kepres Nomor 30 tahun 2012), sama-sama diterbitkan tanggal 22 September 2012.