Demi Tato di Tubuh Rela Barter dengan Sepeda Motor
tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus
Laporan Wartawan Tribun Manado Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Tato atau lebih dikenal dengan rajah telah menjadi bagian dari masyarakat sejak lama. Menengok sejarah, Suku Mentawai memandang tato sebagai suatu hal yang sakral bahkan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Sementara di Borneo penduduk asli wanita disana menganggap bahwa tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus.
BAGAIMANA dengan Manado? Saat ini tato memiliki arti tersendiri bagi setiap orang, tak sedikit mengidentikkan tato dengan preman atau pelaku kriminal, namun sebagian lainnya tato telah menjadi gaya hidup menunjukkan ciri khas dan karakteristik hingga untuk mengais rezeki di Manado.
Didik Mumek (31) Warga Kampung Baru, Teling Manado mengaku memiliki penghasilan antara Rp 5 Juta hingga 10 Juta setiap bulan dari pekerjaannya sebagai tukang tato amatiran. Ia mengakui belum memiliki sertifikat sebagai tukang tato profesional namun sejak 4 tahun lalu ia telah merajah lebih kurang 1000 orang dan sebagian besar suka dengan tato buatannya.
"Tato di tangan saya ini memang jelek, karena ini untuk belajar tapi jangan salah saya bisa membuat tato dengan berbagai gambar mulai dari realis, abstrak hingga pemandangan alam," jelasnya.
Ia kemudian menunjukkan foto hasil tato buatannya melalui ponsel yang ia pegang, terlihat tato dengan corak tiga dimensi dan detil gambar tato di lengan kliennya tampak bagus.
"Tarif saya murah, bahkan untuk teman sendiri berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu," jelasnya.
Ia bahkan mengaku seringkali ada temannya hanya membayar dengan rokok karena saking dekatnya. Didik juga sering mendapat pesanan melakukan tato di sekujur tubuh, ia membutuhkan waktu antara 3 hari hingga satu minggu dengan tarif Rp 3 juta. Cukup melihat gambar contoh desain yang bisa diambil dari internet, lalu menyiapkan tinta yang dibutuhkan, ia pun langsung bisa menggoreskan jarum tato di tubuh kliennya.
"Saya menganggap pekerjaan ini kurang pas karena konsep di ajaran agama saya 'Tubuhmu adalah Bait Allahmu'. Sebenarnya saya ingin berhenti dan bekerja di bidang lain, namun hasilnya besar dan bisa mencukupi kebutuhan keluarga," ujar ayah dua anak ini. Pria tamatan SMP ini mengaku awalnya menggunakan mesin tato rakitan sendiri, berbekal dinamo dan jarum mesin jahit ia membuat tato.
Ia meyakinkan peralatan yang ia gunakan steril karena jarumnya selalu diganti atau sekali pakai, dan sebelum digunakan disterilkan lebih dahulu dengan api korek gas. Namun kebiasaan itu mulai ditinggalkan, ia kini telah memiliki mesin standard tato dengan jarum yang steril bahkan ia saat ini sering datang ke studio tato resmi Triple A di Jalan CH Taulu nomor 39-40 Titiwungen Utara yang menyediakan peralatan, spare part hingga bahan untuk tato mulai dari jarum hingga tinta yang standar.
Donny Manan (43) pemilik Studio Tato Triple A, studio tato resmi yang telah memiliki sertifikat dari organisasi resmi tato di Indonesia ini mengakui di Manado banyak sekali sosok seperti Didik yang mencari nafkah demikian bahkan dengan mesin rakitan yang sederhana dan tinta biasa.
"Di Manado, bahkan Sulut tiap kampung bisa dipastikan ada tukang tato, bila didata mungkin jumlahnya bisa capai angka ribuan, tapi untuk profesi tato yang bersertifikat saya hitung ada sekitar 30‑an di Sulut," ujarnya.
Ia mengakui, selama ini studionya sangat terbuka bagi siapa saja, bahkan tak sedikit yang belajar di studionya, tak ada tarif atau buka kursus resmi seperti di Bali atau sekolah Tato di bandung dan di Jakarta, konsepnya hanya pertemanan. Tak heran Studio Tato Triple A selalu dikunjungi banyak tukang tato. Saat Tribun Manado mengunjungi studio tersebut, beberapa jam ngobrol ada puluhan tukang tato yang datang, selain berkonsultasi atau mencetak gambar untuk model tato mereka juga membeli peralatan serta bahan untuk tato seperti jarum, tinta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.