Korban Lumpur Lapindo Tuding Pemerintah Pilih Kasih
Pemerintah dianggap pilih kasih dalam pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo
TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah dianggap pilih kasih dalam pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo. Pasalnya, korban lumpur yang masuk dalam area peta terdampak hingga kini pembayarannya belum lunas. Sedang warga yang ada di luar peta terdampak justru sudah dibayar lunas pemerintah.
Emosi korban lumpur itu diluapkan saat puluhan korban lumpur dari beberapa desa termasuk Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) datang ke DPRD Sidoarjo, Jumat (5/7/2013). Korban lumpur saat audiensi dengan Pansus Lumpur terlihat emosional atas ganti rugi yang sudah diberikan kepada warga yang tidak masuk dalam area peta terdampak.
“Kami semua yang menjadi korban dan merasakan pedihnya rumah dan tanah terendam lumpur justru belum dilunasi. Tapi kenapa pemerintah justru mendahulukan pembayaran warga yang ada di luar peta terdampak,” kata korban lumpur dengan nada emosi saat bertemu dengan Pansus Lumpur.
Hal senada juga dilontarkan Zainul Arifin, warga Renokenongo. Bahwasanya, warga sudah hidup sengsara selama 7 tahun. Namun, janji pembayaran yang dilontarkan Lapindo Brantas Inc tidak pernah terealisasi. Lapindo pernah menjanjikan buan Mei dibayar tapi sampai saat ini belum juga ada pembayaran.
“Satu-satunya jalan ganti rugi harus di take over pemerintah. Kenapa di luar peta area terdampak bisa dibayar pemerintah tapi yang ada di dalam justru ditinggal pemerintah,” tandas Zainul Arifin.
Wakil Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus, menegaskan pembicaraan itu pernah disampaikan kepada Dirjen Anggaran Keuangan. Namun dari pihak Dirjen Anggaran Keuangan tidak bisa menjawab persoalan di masyarakat. “Makanya semua ini harus diperjuangkan agar ganti rugi bisa di take over pemerintah,” tuturnya.
Ketua Pansus Lumpur, H Nur Ahmad Syaifudin, jika masyarakat dalam malakukan tuntutannya seperti menghentikan penguatan tanggul oleh BPLS disalahkan aparat, semestinya pansus lumpur yang secara formal merekomendasikan harus ikut bertanggung jawab. Pasalnya, dalam rekomendasi itu, lahan yang dipakai tanggul adalah milik masyarakat yang belum dilunasi.
“Tanah itu milik siapa. Dan lahan yang belum dibayar jika dibangun itu bagaimana hukumnya,” tandas politisi PKB itu.