Ketua DPRD Bogor Terancam Penjara Seumur Hidup
Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iyus Djuher terancam penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iyus Djuher terancam penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar. Politisi Partai Demokrat itu diduga menerima uang suap Rp 715 juta untuk penerbitan izin lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor seluas 1 juta meter persegi atas nama PT Garindo Perkasa.
Ancaman itu tertuang dalam dakwaan terhadap terdakwa Iyus Djuher yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Ely Kusumastuti SH di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (18/7/2013).
Ancaman hukuman pidana seumur hidup dan denda Rp 1 miliar itu tercantum dalam dakwaan primer pasal 12 UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20/2001.
Untuk dakwaan subsider diterapkan pasal 5 UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20/2001 dengan ancaman pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 5 tahun dan denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Sinung Hermawan SH itu, dua pejabat Pemkab Bogor turut pula sebagai terdakwa, yaitu Usep Jumeno (staf di Disdik Bogor) dan Listo Welly Sabu.
Menurut jaksa, kasus itu bermula ketika Dirut PT Garindo Perkasa, Sentot Susilo merintis proyek TPBU pada Januari 2011. Ia lalu mengajukan permohonan biaya sebesar Rp 40 miliar kepada Ida Nuraida (Komisaris Utama PT Garindo Perkasa). Nominal itu termasuk dana pengurusan izin lokasi sebesar Rp 3 miliar.
Pada April 2011, Sentot menyuruh Direktur Operasional PT Garindo Perkasa, Nana Supriyatna untuk mengurus izin lokasi. Nana lalu menemui Usep Jumeno. Usep menyanggupi dan kemudian bertemu dengan Sentot di akhir tahun 2011 untuk membicarakan biaya pengurusan izin lokasi.
Bulan Maret 2012, Usep bertemu Doni Ramadhani (Kasubag Penataan Wilayah Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor) untuk minta bantuan pengurusan izin lokasi TPBU. Doni setuju dan meminta perusahaan melengkapi syarat administrasi.
Tanggal 21 Mei 2012, Jumeno mengajukan permohonan izin lokasi ke Badan Perizinan Terpadu (BPT) Kabupaten Bogor dan kemudian diagendakan peninjauan lokasi.Tanggal 23 Mei 2012, Tim Teknis Perizinan/Non Perizinan dan Nana, meninjau lokasi TPBU.
Demi kelancaran, Sentot dan Nana telah menggelontorkan uang Rp 40 juta untuk tim. Setelah meninjau lapangan, ternyata lahan itu tidak memenuhi syarat untuk permakaman. Berdasarkan Perda Kab. Bogor No. 19/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Bogor juncto Perbup Bogor No. 83/2009 tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang, kawasan itu hanya untuk tanaman tahunan, pertanian lahan basah, dan hutan produksi. Tidak diperkenankan untuk TPBU.
Untuk memuluskan rencana, Sentot dan Nana memberikan uang Rp 100 juta kepada Doni melalui Jumeno. Rinciannya ialah Rp 45 juta untuk penerbitan Berita Acara Rapat Pembahasan Izin Lokasi yang dibuat seolah-olah sesuai ketentuan, dan Rp 55 juta untuk Jumeno.
Sentot melalui Nana, juga memberikan Rp 250 juta kepada Jumeno untuk pengurusan rekomendasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkab Bogor. Rinciannya ialah Rp 33 juta untuk Nana, Rp 105 juta untuk Doni, Rp 75 juta untuk Rosadi Saparudin (Kadis Kebersihan dan Pertamanan), Rp 32 juta untuk Jumeno, dan Rp 5 juta untuk Siti Mardiah.
Berkat kucuran dana itulah, Rosadi menerbitkan surat No. 593/1025.PP tanggal 17 Juli 2012 tentang Kajian atas Peninjauan Lokasi TPBU. Di bulan Agustus 2012, Jumeno menemui Listo Welly Sabu untuk minta bantuan pengurusan izin karena Doni dianggap gagal. (San)