Senjakala Tukang Patri Perhiasan di Pasar Wates
RODA waktu bisa saja menggilas kasar apapun yang tak lagi sesuai jaman. Begitu pula seni patri perhiasan, yang kini berada pada era senjakala.
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - RODA waktu bisa saja menggilas kasar apapun yang tak lagi sesuai pola jaman. Begitu pula dengan seni patri perhiasan, yang kini berada pada era senjakalanya.
Namun, biarpun kesenian sekaligus profesi itu kini tak terlalu dihiraukan masyarakat, Endro Sumarto (81) tetap setia berperan menjadi tukang patri perhiasan.
Tangan keriput warga Sukoreno, Sentolo ini masih piawai menelisik permukaan hiasan yang perlu disentuh patri. Pun matanya masih cukup tajam mencermati setiap lekuk perhiasan di depannya. Sekian tahun sudah dia bertahan menjadi tukang patri perhiasan di Pasar Wates.
Endro merasa harus terus bersyukur, di kala hidup dan profesinya semakin menuju senja, masih ada sebagian orang yang setia menggunakan jasanya. Meski kenyataannya kini, jumlah pengguna jasanya tidak sebanyak dahulu lagi. Bahkan, selama puasa kemarin, hanya ada 2-3 pelanggan saja setiap harinya.
Diceritakannya belum lama ini, dunia patri-mematri itu sudah diakrabinya sejak 1942, saat ia masih bocah berumur 10 tahun. Di sela kesibukan menimba ilmu di sekolah, Endro belajar mematri dari perajin perhiasan di daerah Notoprajan, Yogyakarta.
Ketika sedang berada di puncak kejayaan sebagai tukang patri, tahun 1950-an, Endro sibuk mematri perhiasan dari toko di kawasan Beringharjo.
"Saya tidak sendirian. Ada sekitar 82 rekan sesama pematri yang juga cari nafkah dari pekerjaan mematri perhiasan di daerah itu," tutur Endro.
Sayang, usaha itu menemui masa mundurnya saat memasuki era 1970-an. Satu persatu rekan pematrinya hilang tanpa jejak dan beralih profesi. Bahkan, dari jumlah tersebut, menurutnya sekarang ini hanya menyisakan empat orang saja.
"Kalau di Pasar Wates saya orang kedua yang masuk ke sini," kenang kakek empat anak, enam cucu dan enam cicit ini.
Mematri perhiasan, kata dia, tidak hanya memperbaiki perhiasan yang rusak seperti kalung, gelang maupun liontin. Tetap juga memperbarui bila ada konsumen yang ingin perhiasannya tampak lebih baru. Patri berasal dari bahan perak 100% dan kuningan 50%. Namun untuk menjadi patri emas harus dicampur dengan bahan emas.
Untuk urusan pekerjaan, selama ini Endro mengandalkan alat-alat yang masih manual. Sebuah petromak khusus diubahnya sedemikian rupa hingga bisa menghasilkan uap dan dioperasikan dengan dipompa dengan cara diinjak-indak. Peralatan lain yang digunakan adalah kikir, tang serta gunting. (Singgih Wahyu Nugraha)