Sidang Praperadilan Gugatan SP3 Gubernur Kaltim, Mahyudin Disebut Ikut Terlibat
Penggugat menilai terdapat kejanggalan besar karena Kejagung menerbitkan SP3 terhadap tersangka Awang Faroek
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/9/2013), menggelar sidang praperadilan gugatan dari warga Kabupaten Kutai Timur, Andi Mappasiling, terhadap Kejaksaan Agung RI dalam penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) mantan Bupati Kutai Timur, Awang Faroek Ishak, yang kini menjabat Gubernur Kalimantan Timur.
Penggugat menilai terdapat kejanggalan besar karena Kejagung menerbitkan SP3 terhadap tersangka Awang Faroek tanggal 28 Mei 2013, dalam kasus pengalihan hak pembelian saham di PT Kaltim Prima Coal yang seharusnya menjadi milik Pemkab Kutim. Awang sebelumnya sempat menyandang status tersangka lebih dari 2,5 tahun.
Kuasa hukum penggugat, Agus Amri SH, mengatakan agenda sidang tersebut adalah penyampaian jawaban pihak tergugat, dalam hal ini Kejagung RI, terkait materi gugatan pihak penggugat.
"Pembacaan jawaban berlangsung relatif panjang. Namun ada point yang kami anggap krusial, yaitu ketika Kejagung menyatakan bukan tersangka Awang Faroek yang mengalihkan hak pembelian saham Pemkab Kutim kepada PT Kutai Timur Energi (KTE), melainkan Bupati Kutim pengganti Awang tahun 2004, yaitu Mahyudin," katanya.
Mahyudin disebutkan telah membentuk tanpa prosedur BUMD PT Kutai Timur Investama (KTI) dan anak perusahaannya PT Kutai Timur Energi (KTE). Kemudian pada tanggal 10 Juni 2004, hak pembelian saham 18,6 persen diserahkan pada PT KTE dengan alasan Pemkab Kutim tidak memiliki dana membeli saham.
Pengalihan hak pembelian saham kepada KTE dilakukan secara mutlak dan penuh, tanpa pencatatan di kas daerah, tanpa persetujuan DPRD Kutim, dan tanpa kompensasi apapun. Dengan pengalihan tersebut, segala hak dan kewajiban berpindah pada PT KTE. Pemkab juga memberikan kuasa penuh kepada PT KTE.
Pada perkembangannya, KTE menyerahkan hak pembelian saham tersebut kepada PT Bumi Resources, dan mendapatkan golden share 5 persen. PT KTE ternyata bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan sebagai penerima kuasa Pemkab Kutim. Sehingga saham 5 persen di PT KPC diatasnamakan PT KTE, bukan Pemkab Kutim.
Terkait fakta tersebut, Agus menilai jawaban Kejagung belum sinkron dengan substansi gugatan. "Kami ini menggugat mengapa SP3 Awang Faroek bisa terbit dan mengapa unsur penyelenggara negara dihilangkan dari kasus ini," katanya.
"Dan mengapa Kejagung hanya menjerat dua Direktur KTE dengan alasan corporate crime. Dalam jawaban Kejagung justru menyebut nama baru diluar tersangka, yaitu mantan Bupati Kutim Mahyudin, yang saat ini belum berstatus hukum apapun," katanya.
Dua Direktur KTE telah divonis Mahkamah Agung RI masing-masing Anung Nugroho 15 tahun penjara dan Apidian Triwahyudi 12 tahun penjara dan dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.
"Inilah anehnya. Bagaimana bisa dua Direktur KTE dijerat dengan UU Pemberantasan Tipikor, dengan alasan ada corporate crime, tapi unsur penyelenggara negara dihilangkan. Kalau corporate crime, itu namanya penggelapan, bukan tipikor," katanya. (Kholish Chered)