Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

77 Juta Ton Tailing Ancam Cemari DAS Mahakam

Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang dan Lingkungan (LKMTL) Kutai Barat (Kubar) dan Jaringan Advokasi Tambang mendesak pemerintah Indonesia

Editor: Dewi Agustina
zoom-in 77 Juta Ton Tailing Ancam Cemari DAS Mahakam
Sungai Mahakam 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Doan Pardede

TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang dan Lingkungan (LKMTL) Kutai Barat (Kubar) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mendesak pemerintah Indonesia untuk menunda dan tidak tergesa-gesa
menandatangani nota penutupan tambang emas PT Kelian Equatorial Mining (KEM) milik Rio Tinto.

Nota tersebut menurut dinamisator Jatam Kaltim, Kahar Al Bahri di Samarinda, Jumat (11/10/2013), akan memindahkan beban tanggung jawab mengurus 77 juta ton tailing di dam Nakan dan dam Namuk, pelanggaran HAM dan konflik sosial yang belum terpulihkan. PT KEM ini beroperasi sejak tahun 1992 dan menghasilkan 14 ton emas setiap tahunnya. Hingga diumumkannya penutupan pada tahun 2004 lalu.

Rio Tinto adalah perusahaan tambang mineral dan batu bara terbesar di dunia. Memiliki sebanyak 71 ribu tenaga kerja di 40 negara dan 6 benua dimana perusahaan milik Rio Tinto berada. Di Indonesia, mereka juga memiliki separuh saham pada perusahaan tambang emas dan tembaga, Freeport di grasberg Papua.

Bentuk desakan ini dilayangkan dalam somasi yang serentak dilakukan di 3 daerah yakni Samarinda, Jakarta dan Desa Tutung Kubar. Somasi ini juga secara khusus ditujukan kepada bupati Kubar dan petinggi PT KEM yang merupakan Ketua Bersama Komite Pengarah Pengakhiran Tambang. Peninggalan 77 juta ton di 2 dam ini mengancam Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam.

Menurut Ocha, sapaan akrab Kahar Al Bahri sebuah dam tidak akan pernah bertahan selamanya dan limbah tailing adalah salah satu unsur paling beracun dalam industri pertambangan. Dua dam seluas 455 hektar di ketinggian 425 meter di atas permukaan laut ini jelas menjadi teror bagi 32 desa dan 4 kecamatan yang berada di bawahnya.

"Secara tekhnis, mereka tidak pernah mensosialisasikan bahaya daripada dua dam ini. Termasuk misalnya ketika ada masalah (trouble) diantara dua dam ini. Jika sampai dam ini jebol, dampaknya bisa sampai ke Samarinda karena dia akan mengikuti alur Sungai Mahakam," kata Ocha.

Berita Rekomendasi

"Tahun ini terakhir proses reklamasinya dan tanggung jawab selanjutnya untuk penjagaan wilayah bekas tambang mereka akan diserahkan ke pemerintah kabupaten. Dan kedepan, pemerintah kabupaten akan kewalahan untuk membiayai kawasan ini," tambahnya.

Menurut Ocha, ada beberapa hal yang menjadi tuntutan masyarakat terkait dokumen penutupan tambang. Diantaranya tidak adanya transparansi komite, dan ada janji-janji kepada masyarakat yang seharusnya sudah dipenuhi sebelum tambang ditutup.Sampai saat ini, perubahan status pinjam pakai hutan lindung seluas 6.750 hektar masih tidak jelas dan tidak ada keterlibatan masyarakat dalam proses perubahan status kawasan. Padahal, implikasi perubahan status ini akan berimplikasi pada kehidupan masyarakat.

Begitu juga dengan dana abadi sebesar USD 11,2 juta (sekitar Rp 128 miliar dengan kurs Rp 11.462) yang dikelola PT Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL) sampai saat ini tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat.

Pemerintah Indonesia kata Kahar, harus turun tangan dan memberi perhatian serius atas pengakhiran tambang PT KEM di Kubar. Sebelum PT KEM mengambil keuntungan dengan berkoar-koar menyerukan sebagai proyek penutupan tambang terbaik dan memuluskan jalan untuk mendapatkan dukungan dari Bank Dunia.

"Diantaranya pembangunan pembangkit listrik tenaga air. Adanya universitas di Kutai Barat dan penyelesaian sengketa kasus lahan yang ditinggali oleh masyarakat. Hal-hal tersebut yang memicu masyarakat melakukan gugatan," katanya.

Sumber: Tribun Kaltim
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas