Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mas Kliwon Beri Sajen Sebelum jadi Kusir Kereta 'Kyai Wimono Putra'

Kirab Pernikahan Agung, Rabu (23/10/2013), ternyata tak hanya memiliki arti khusus bagi masyarakat Yogyakarta.

zoom-in Mas Kliwon Beri Sajen Sebelum jadi Kusir Kereta 'Kyai Wimono Putra'
Tribun Jogja/Ikrob Didik Irawan
GKR Hayu dengan KPH Notonegoro menaiki kereta Jongwiyat dan meninggalkan Keben Keraton menuju Kepatihan, Rabu (23/10/2013). 

Pengalaman Pertama Mas Kliwon Roto Diwiryo

TRIBUNNEWS.COM, YOGYKARTA - Kirab Pernikahan Agung Keraton Ngayogyakarto, Rabu (23/10/2013), ternyata tak hanya memiliki arti khusus bagi masyarakat Yogyakarta. Kirab ini, juga menjadi momen penting bagi Mas Kliwon Roto Diwiryo (53).

Ini, kali pertama Mas Kliwon Roto Diwiryo alias Slamet Widodo Raharjo, mengendalikan kuda kereta kencana "Kyai Wimono Putra". Pria yang sudah menjadi abdi dalem Kraton Kasultanan Yogyakarta sejak 1983 itu, harus hati-hati menjadi kusir kereta kencana yang ditumpangi Sri Sultan Hamengku Buwana X beserta GKR Hemas.

Kereta kencana Kyai Wimono Putra, yang dibuat pada masa Hamengku Buwana VI sekitar 1860, sudah lama tidak digunakan oleh keraton.

Kereta Kyai Wimono Putra, diperuntukkan bagi putra mahkota (adipati anom) yang akan menggantikan menjadi Raja di Kraton Yogyakarta. Dari penelusuran, diperoleh data terakhir kali kereta tersebut digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VII saat diangkat menjadi putra mahkota.

Roto Diwiryo, menyatakan baru kali ini kereta tersebut keluar dari Museum Kereta Kraton Kasultanan Yogyakarta. Sebelumnya, kereta tersebut belum pernah sama sekali keluar.

"Baru kali ini saya pegang kereta tersebut. Dahulu saat jumenengan Ngarso Dalem tidak dipakan dan menggunakan Garudayeksa," katanya kepada Tribun Jogja usai kirab pengantin putri Sultan Hamengku Buwana X, di Museum Kereta, Rabu (23/10/2013).

Berita Rekomendasi

Saat Jumenengan, sambungnya saat itu yang digunakan adalah Kyai Garudayeksa. Pada pernikahan putri-putri Sri Sultan Hamengku Buwana X sebelumnya, yaitu GKR Pembayun dan GKR Bendara hanya kereta Kyai Jogwiyat yang digunakan untuk kirab.

Sudah menjadi kewajiban dan pekerjaannya, menjadi abdi dalem melayani rajanya dengan baik. Karena kereta yang akan dinaiki sudah tua, dia dan kru kereta lainnya diantaranya kenek, kusir dan pendamping juga harus berhati-hati jangan sampai mengecewakan.

Menurut Roto Diwiryo, kusir-kusir kuda yang mengendalikan kereta kencana ketika kirab dipilih langsung oleh pihak keraton dan dia menerima perintah dari GBPH Yudhaningrat. Abdi dalem dipilih, adalah yang sehari-sehari bertugas di Kawedanan Ageng Sapto Kriyo bagian Kancarata (transportasi).

Mengenai persiapan sebelum digunakan untuk sebuah kegiatan selalu dilakukan pengecekan. Pengecekan, terutama pada bagian roda dengan memberikan oli. "Setiap tahun kereta ini dipamerkan saat Bulan Maulud di Pagelaran sehingga terus terawat," jelas Roto Diwiryo.

Sebelum digunakan, kereta kencana yang dibeli langsung dari Belanda harus dipastikan dalam kondisi fit. Selain diberi pelumas pada bagian rodanya, kereta harus kembali dicek secara keseluruhan.

Tak hanya dicek kondisinya sebelum digunakan, tetapi juga dilakukan ritual tertentu sehingga diberi keselamatan ketika kereta kencana tersebut dipakai untuk kirab. Ritualnya, sambung Roto Diwiryo adalah dimintakan sajen ageng dari kraton. Sesaji yang berisi nasi beserta lauknya, ditempatkan di dekat kereta disimpan.

Ia, juga tidak mendapat pesan khusus dari keraton bagaimana memperlakukan kereta tersebut. Pria yang berlajar menjadi kusir kereta kencana dari ayahnya KRT Pudjowijoyo, hanya diberi pesan untuk merawat kereta-kereta yang disimpan di Museum Kereta di Jalan Rotowijaya. Ayahnya, juga merupakan seorang kusir Kraton Yogyakarta. (ptt)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas