Remaja Putri di Surabaya Marak Operasi Balik Perawan
Operasi pengembalian keperawanan di Surabaya, ternyata tak hanya digandrungi perempuan yang berusia dewasa.
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Operasi pengembalian keperawanan atau operasi vaginoplasty di Surabaya, ternyata tak hanya digandrungi oleh perempuan yang berusia dewasa.
Bahkan, pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Surabaya dr Hardianto SpOG (K), mengatakan banyak remaja putri berusia 20 tahun ingin melakukan operasi tersebut.
Hardianto mengakui, semakin tahun, perempuan yang datang dengan berbagai keluhan terkait vaginanya semakin banyak.
Berdasarkan catatannya, Hardianto memilah pasien dalam tiga kelompok usia. Kelompok usia 20 tahunan. Kelompok ini, umumnya datang untuk keperluan pengembalian selaput dara atau keperawanan.
Lalu, ada kelompok ibu-ibu umur 50 tahunan. Mereka ini umumnya ingin mengembalikan kandungan melorot dan pengencangan vagina.
Sedang pasien kisaran 30-40 tahun, umumnya datang untuk konsultasi dan operasi pengencangan vagina.
Kebanyakan pasien berasal dari menengah ke atas. Bisa istri seorang pengusaha ataupun pejabat.
Tapi jangan tanya identitas mereka. Dokter maupun rumah sakit tidak akan memberitahukan. Ada kesepakatan tidak tertulis menjaga privasi pasien.
Umumnya pasien masih tabu, operasi yang dilakukannya diketahui orang lain. Tidak jarang, anggota kelurga sendiri pun tidak tahu. Praktis yang tahu, hanyalah dokter dan pasien itu sendiri.
Di kalangan spesialis ginekologi rekonstruksi, alasan untuk dilakukannya vaginoplasty adalah medis. Berbeda dengan operasi plastik yang lebih menekankan pada masalah kecantikan. "Kita lebih ke medis. Kalau kecantikan, itu urutan terakhir," kata Hardianto.
Dia mengurutkan indikator yang dipakai untuk melaksanakan prosedur ini. Pertama adalah untuk menghilangkan keluhan, kelainan, mengembalikan fungsi dan yang terakhir, aspek kosmetik.
Tidak semua pasien yang datang kepadanya lantas bisa menjalani vagina repaire. Banyak dokter, menolak permintaan untuk mengoperasi karena si pasien tidak cukup memiliki alasan atau keluhan medis. Namun, ada juga klinik yang berani melakukannya dengan alasan kecantikan. (ab/idl)