Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Penggusuran Lahan Rakyat NTB Jadi Ladang Korupsi

Kasus penggusuran lahan milik masyarakat di NTB, jadi "ladang korupsi" bagi aparat penegak hukum.

zoom-in Kasus Penggusuran Lahan Rakyat NTB Jadi Ladang Korupsi
Warta Kota/Henry Lopulalan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (dua kanan) bersama Jamintel Kejaksaan Agung Ajat Sudrajat (kanan), juru bicara KPK Johan Budi, dan seorang penyidik KPK memperlihatkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (15/12/2013). KPK menangkap tangan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Lombok, Subri, sebagai pihak penerima suap, dan Lusita Ani Razak sebagai pemberi suap, dengan barang bukti uang senilai total Rp 113 Juta untuk pengurusan sertifikat lahan di kawasan Lombok Tengah. (WARTAKOTA/Hendry Lapulalan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Maraknya kasus penggusuran sepihak lahan-lahan milik masyarakat di Nusa Tenggara Barat (NTB), dinilai sebagai "ladang korupsi" bagi aparat penegak hukum.

Penilaian itu, diutarakan oleh sejumlah akademisi dan lembaga swadaya masyarakat di NTB yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi NTB.

Syamsul Hidayat, dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram yang turut bergabung dalam koalisi itu, menuturkan penilaian tersebut bukan tanpa alasan kuat.

"Penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, Subri, dan pengusaha Lusita Anie Razak, menjadi bukti kuat aparat penegak hukum memanfaatkan banyaknya kasus konflik agraria antara rakyat dan pengusaha menjadi komoditas suap," kata Hidayat, seperti dalam rilisnya yang diterima Redaksi Tribunnews.com, Selasa (17/12/2013).

Sejak era 1990-an, kata dia, penggusuran tanah marak di berbagai daerah NTB. Misalnya, penggusuran untuk kawasan pariwisata Kuta, Rowok, Selong Belanak, Tanak Awu, dan Trawangan.

Korban penggusuran, sambung Hidayat, sering kali menjadi korban kriminalisasi dan mafia tanah. Lebih parah lagi, kasus-kasus agraria di NTB telah menjadi komoditi praktik suap dari pemilik modal terhadap aparat hukum.

Berita Rekomendasi

Singkatnya, sambung Hidayat, kriminalisasi petani atau pemilik tanah telah menjadi bagian dari perampasan hak atas tanah rakyat.

"Karenanya, kami menuntut KPK dan aparat penegak hukum lainnya untuk mengembangkan dan membongkar mafia tanah dan mafia peradilan di NTB. Dengan begitu, agenda pemberantasan korupsi bisa sekaligus menyetop kriminalisasi petani," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas