MBCT Bisa Beraktivitas, Asal Terima Sanksi Pemkab Kutai Timur
Bupati Kutai Timur, Isran Noor, relatif "melunak" soal problematika aktivitas perusahaan Miang Besar Coal Terminal (MBCT)
Editor: Budi Prasetyo
Hal ini dilakukan karena ia mendapat informasi bahwa status dokumen itu dijual kepada orang lain (pihak asing, red). Dan yang menjualnya adalah orang asing pula.
"Saya semula setuju karena yakin investasi itu akan bermanfaat bagi masyarakat. Tapi kalau mereka melaksanakan aktifitas dengan cara yang tidak benar dengan menjual dokumen, itu tidak bisa diterima. Masak tanda tangan bupati dijual USD 75 juta," katanya.
"Jadi saya sudah membuat dokumen penghentian sementara untuk MBCT tidak melakukan operasi. Kami harap masyarakat mendukung kebijakan pemerintah. Kita harus melihat dan mendengarkan laporan dari MBCT, tentunya didukung bukti-buktinya".
Isran menegaskan dirinya tidak pernah melarang pengusaha dari negara manapun di dunia ini datang ke Kutim untuk berinvestasi. Tentunya sepanjang mereka mengikuti dan sesuai aturan-aturan main.
"Saya ingin sumber daya alam yang kita miliki benar-benar bermanfaat. Ini adalah amanah konstitusi pasal 33 UUD 1945. Jangan justru terbalik, SDA kita dikuasai asing dan tidak dinikmati bangsa kita. Rakyat masih tertinggal. Padahal rakyat yang seharusnya menikmati," katanya.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kutim, Wijaya Rahman, mengatakan pihak PT MBCT sudah lama tidak melaporkan kegiatannya kepada Pemkab Kutim. "Kami tidak tahu soal penghentian proyek sementara. Namun mereka memang sudah lama tidak melaporkan perkembangan di lapangan," katanya.
Wijaya pun membenarkan pernyataan Bupati Kutim bahwa perubahan komposisi kepemilikan saham di perusahaan yang beraktifitas di daerah harus seizin Bupati.
"Hal itu sudah diatur dalam regulasi yang berlaku, termasuk konsideran kontrak. Bilamana ada rencana perubahan komposisi saham atau kepemilikan, maka harus mendapatkan persetujuan tertulis dari bupati," katanya. (*)