Kisah Sepasang Pengantin Pendobrak Diskriminasi Tionghoa
Suasana Imlek cukup terasa di Surabaya, sejak dua pekan lalu.
Makin hari, Gus Dur makin intens berkampanye melawan diskriminasi kaum Tionghoa dan pemeluk Khonghucu.
"Gus Dur sebenarnya tidak berpihak pada kelompok atau lebel-label sosial tertentu. Beliau konsisten membela kemanusiaan. Kebetulan waktu itu ada penindasan terhadap kemanusiaan warga Tionghoa. Jadi Gus Dur bela. Di luar itu, pada saat bersamaan Gus Dur juga membela rakyat Papua dan Aceh," jelas Alissa Qatrunnada, putri Gus Dur.
Di berbagai kesempatan, baik di kalangan nahdliyyin maupun kalangan Tionghoa, Gus Dur berkali-kali menyatakan dirinya adalah keturunan Tionghoa.
Banyak kalangan menyebut, ini adalah pernyataan pasang badan sekaligus ajakan bagi nahdliyyin yang dipimpinnya untuk mengawal perjuangan kaum Tionghoa.
Tahun 1998, rezim Orde Baru tumbang. Di susul kemudian KH Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden tahun 1999. Tak perlu menunggu lama, Presiden Gus Dur menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2000. Isinya mencabut Inpres No. 14/1967 tentang pembatassan Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.
Inilah pintu kebebasan bagi kaum Khonghucu dan Thionghoa.
Keputusan ini kemudian disusul dengan lahirnya keputusan pemerintah tahun 2001 yang menjadikan Tahun Baru Imlek, sebagai hari libur fakultatif. Hari libur khusus bagi yang merayakannya. (idl/ben)