Direktur Reskrimum Polda Sulut Mengaku Pernah Ditawari ABG
Polda Sulut mengaku kewalahan menindak kejahatan perdagangan manusia atau trafficking
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Manado, Riyo Noor
TRIBUNNEWS, COM, MANADO - Polda Sulut mengaku kewalahan menindak kejahatan perdagangan manusia atau trafficking. Modus pelaku sudah beragam untuk menjerat korban. Penindakan hukum justru belum efektif meredam aksi kejahatan ini.
Demikian disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulut Komisaris Besar Jefry Lasut dalam rapat koordinasi penanganan trafficking di Kantor Gubernur, Kamis (20/2/2014).
Ketimbang penegakan hukum, dirasa lebih efektif tindakan pencegahan. Kata Lasut, pencegahan bisa saja dilakukan andai modus pelaku sudah diketahui.
Ia membeber, pelaku kejahatan trafficking kerap mengandalkan iming-iming baik kepada korban maupun orangtua korban. Bisa dilakukan langsung perekrut yang disebut mami atau papi, atau lewat perantara semisal teman korban sendiri.
"Mereka akan datang ke daerah pelosok menyasar keluarga yang kondisi perekonomiannya lemah. Pendekatannya, mereka meminjamkan uang atau berikan harapan-harapan kepada orangtua. Sasarannya gadis yang baru SMP atau SMA. Nanti mereka akan bujuk untuk dipekerjakan di tempat layak seperti hotel atau restoran, bahkan iming-iming akan di sekolahkan," terang Lasut.
Bisa langsung ditebak, korban akan berakhir di tempat prostitusi sebagai pekerja seks komersial. "Ada contoh kasus orangtua sampai teperdaya, bahkan datang mengantar kepergian sang putri ke bandara," ungkapnya.
Adapun tujuan perdagangan utama berada di Papua. Untuk Bali atau Makassar biasanya hanya transit.
Lasut pun pernah kepalang basah menemukan modus perdangangan manusia lainnya. Lewat perantara calo, korban ditawarkan ke pengusaha atau pejabat di Kota Manado. Ia tahu karena pernah juga ditawari gadis ABG.
"Saya pernah ditawari juga, ini calo teman korban sendiri," katanya.
Itu juga merupakan modus, istilahnya uji coba dulu di Manado, kemudian dikirim ke tempat tujuan seperti Batam, dan Makassar, bahkan ke luar negeri.
Lebih naas lagi jika sudah berada di tangan mafia trafficking, korban akan disekap dalam satu lokasi. Kelompok ini menggunakan sistem order. Setelah melayani pelanggan, korban kembali disekap menunggu order berikutnya.
Masalah penanganan kasus trafficking juga ditenggarangi masalah klasik, dana. Kata Kombes Lasut, kasus sudah dibongkar, giliran mau memulangkan korban kepolisian kehabisan dana, karena dana kepolisian hanya tersedia untuk proses penyidikan.
Kata dia, masalah masih berlanjut saat tiba di Sulut, korban dibawa ke tempat rehabilitasi. "Masalah muncul, seusai rehabilitasi korban akan bekerja di mana? Tak heran diajak lagi, mau lagi ikut," katanya.
Sebab itu lapangan pekerjaan juga merupakan salah satu solusi untuk mencegah trafficking.
Wakil Gubernur Sulut Djouhari Kansil sepakat, harus ada pencegahan sebelum terjadi kasus tersebut. Harus ada gugus tugas untuk pencegahan secara struktural dari pemerintah maupun nonpemerintah seperti tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Bahkan pejabat di tingkat kelurahan seperti kepala lingkungan (pala) harus terlibat.