Dua Siswi Dikeluarkan dari Sekolah karena Orangtua Protes Dugaan Pemotongan BSM
Hadiria dan Masda dikeluarkan dari sekolahnya karena orangtua mereka memprotes soal dugaan pemotongan dana bantuan siswa miskin
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, POLEWALI MANDAR — Hadiria dan Masda, dua siswi bersaudara di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, dikeluarkan dari sekolahnya karena orangtua mereka memprotes soal dugaan pemotongan dana bantuan siswa miskin (BSM). Mereka sudah tak bersekolah sejak dua bulan lalu.
Sejak dikeluarkan secara sepihak dari sekolahnya, kedua siswi yang berprestasi ini hanya bisa mengurung diri di rumahnya. Sesekali mereka membantu orangtua di dapur atau bermain di dalam rumah.
Kamis (27/2/2014) siang tadi sekitar pukul 15.00 Wita, Hadiria dan Masda didampingi kedua orangtuanya mendatangi gedung DPRD Polewali Mandar di Jalan Andi Depu. Mereka hendak mengadukan pemecatan secara sepihak oleh kepala SD 027 Polewali Mandar.
Hadiria yang menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer lebih dari desanya ke gedung DPRD menumpangi motor bersama orangtuanya, Mahamuddin. Mereka kemudian mendatangi Komisi IV DPRD Polewali Mandar.
Di hadapan anggota Komisi IV, Mahamuddin mengadukan ketidakadilan yang dilakukan pihak SD 027. Menurutnya, pihak SD 027 mengeluarkan kedua anaknya, Hadiria dan Masda tanpa alasan yang jelas. Namun dia menduga, pemecatan itu buntut dari protes orangtua, termasuk dirinya, terkait pemotongan dana BSM.
Mahamuddin berharap kedua anaknya bisa bersekolah lagi di sekolah yang lama, SD 027 sebab, lokasinya masih dekat dengan rumah mereka. Jika kedua anaknya dipindahkan ke sekolah lain yang jaraknya cukup jauh bisa menimbulkan masalah baru dan pekerjaan baru bagi keluarganya.
Sekretaris Komisi IV Muh Amin Saeri yang menerima Mahamuddin menyatakan akan melakukan klarifikasi ke SD 027 tekait dikeluarkannya dua siswa tersebut.
Sementara itu, Fahriruddin, anggota Komisi IV lainnya, menyarankan Hadiria dan Masda disekolahkan di sekolah lain. Alasannya, meski keduanya bisa diperjuangkan kembali ke sekolahnya semula, tetapi tak ada yang menjamin para guru dan kepala sekolah tidak dendam terhadap mereka. Hal itu bisa membuat suasana belajar kedua siswi itu tidak nyaman.
Protes soal dana BSM
Mahamuddin tak mengerti alasan pihak sekolah tiba-tiba mengeluarkan kedua anaknya secara sepihak. Mahamuddin menduga kedua anaknya dikeluarkan gara-gara ia berani mempertanyakan pemotongan bana bantuan BSM yang dianggapnya tidak sesuai aturan.
Mahamuddin menilai wajar jika dia mempertanyakan soal dan BSM. Sebab, seharusnya setiap siswa menerima dana BSM Rp 360.000, tetapi kenyataannya tidak sama sekali.
Menurutnya, pencarian dana BSM memang dilakukan di kantor pos dan uang itu diterima oleh anak didik. Namun, baru sekitar 5 menit uang itu di tangan siswa, sudah diambil kembali oleh guru tanpa alasan yang jelas.
Bahkan, para siswa penerima BSM dilarang menceritakan hal itu ke orangtua mereka.
“Saya diajak guru ke kantor pos mencairkan dana Rp 360.000. Setelah dicairkan, langsung diambil lagi oleh guru. Dan semua siswa penerima BSM diminta agar tidak menceritakan soal dana BSM kepada orangtua atau siapa pun,” ujar Hadiria.
Namun , para siswa tetap menceritakan hal itu ke orangtua mereka. Akbiatnya, beberapa orangtua, termasuk Mahamuddin, mendatangi sekolah untuk menanyakan soal BSM tersebut.
Mahamuddin mengaku sempat terlibat pertengkaran dengan kepala sekolah Haji Abdul Karim karena menganggap penjelasan pemotongan BSM tak masuk akal. Tersulut emosi, sang kepala sekolah bahkan sempat menggebrak meja dan mengusir Mahamuddin dari sekolah.
“Sebagai orangtua siswa, saya tentu berhak mempertanyakan dana BSM yang tidak disalurkan sesuai aturan, tapi kepala sekolah rupanya marah dan saya bersama sejumlah orangtua siswa lainnya sempat bertengkar. Mungkin inilah pemicunya anak saya dikeluarkan secara sepihak,” ungkap Mahamuddin.
Selain dikeluarkan, kata dia, ranking di rapor anaknya juga diturunkan dari kedua menjadi kelima. Mahamuddin menduga ranking rapor anaknya diubah sebelum dia diberi surat dikeluarkan oleh pihak sekolah. Hal itu terlihat dari tulisan rapor Hadiria yang semula bersih, kini "belepotan" dengan tip-ex dan angka-angkanya berubah.
Sementara itu, Kepala SD 027 Labuang Haji Abdul Karim mengakui ia memang sempat terlibat pertengkaran dengan Mahamuddin dan sejumah orangtua siswa lantaran kata-kata mereka dinilai tak pantas.
Menanggapi alasan pemecatan dua siswinya, Karim mengaku justru itu atas permintaan Mahamuddin.
“Pemecatan dua siswi bukan keinginan sekolah, tetapi itu permintaan orangtua sendiri. Rapat komite yang dihadiri semua pihak juga sudah setuju agar kedua siswi ini dipecat dari sekolah. Pemecatan kedua siswa ini jangan dikait-kaitkan dengan persitiwa sebelumnya karena ini tak ada kaitannya,” kata Abdul Karim, belum lama ini.
Namun pernyataan Abdul Karim dibantah Mahamuddin. Menurutnya, justru kepala sekolahlah yang berusaha mencari-cari alasan pembenaran agar kedua anaknya bisa didepak dari sekolah karena membocorkan pemotongan dana BSM.