Oknum Mahasiswa PGRI Terancam 10 Tahun Penjara
OT, oknum mahasiswa PGRI NTT, salah satu tersangka kasus tawuran saat pesta wisuda di Oesapa akhir pekan lalu terancam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Pos Kupang, Dion Kota
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - OT, oknum mahasiswa PGRI NTT, salah satu tersangka kasus tawuran saat pesta wisuda di Oesapa akhir pekan lalu terancam dipenjara selama 10 tahun. OT saat kejadian membawa pisau sehingga membahayakan pihak lain.
Kapolresta Kupang Kota, AKBP Tito Basuki Priyatna, S.Ik, saat dikonfirmasi melalui Wakapolres Kupang Kota, Kompol Yulian Perdana, S.Ik, di ruang kerjanya, Rabu (12/3/2014) mengatakan, saat ini untuk kasus lima tersangka tawuran saat pesta wisuda akhir pekan lalu telah mencapai tahap pemberkasan. Dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan ke kejaksaan.
"Untuk kelima tersangka ini, baik yang ditahan di Polsek Kelapa Lima maupun di Polresta sudah dalam penyidikan. Sekarang dalam tahap pemberkasan untuk segera dilengkapi berkasnya. Mudah-mudahan kami bisa kirim berkas kelima tersangka ini secepatnya ke kejaksaan," kata Yulian.
Untuk OT, kata Yulian, ia ditahan sendiri di Polres Kupang Kota karena saat kejadian membawa pisau batik yang disembunyikan di pinggang kirinya. Ditambah lagi saat kejadian ia dalam keadaan mabuk, sehingga ketika diimbau oleh aparat OT malah melemparkan pisau batik ke arah aparat sehingga melukai salah sorang oknum aparat.
"Yang kami lihat, OT membahayakan karena membawa senjata tajam," tegasnya.
Ia mengatakan, OT dijerat dengan UU Darurat 1251 dengan ancaman penjara mencapai 10 tahun. Untuk tersangka SA, U, E dan EU yang ditahan di Polsek Kelapa Lima, dijerat dengan pasal 170 KUHP.
Mengenai koordinasi dengan pihak Undana yang meminta klarifikasi nama tersangka, Yulian mengatakan, pihaknya meminta agar Undana juga proaktif dalam melakukan koordinasi.
"Kami selalu terbuka untuk berkoordinasi dengan pihak mana saja termasuk pihak perguruan tinggi," tegasnya.
"Kami juga mengharapkan agar kejadian seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual tidak pantas melakukan hal seperti ini. Seharusnya merayakan hari wisuda tidak perlu dengan mabuk-mabukan sampai tawuran. Cukup dengan berdoa dan makan bersama keluarga dan teman-teman yang dikemas dalam dengan penuh syukur jauh lebih bermakna daripada mabuk-mabukan," ujarnya.