Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jelang Penutupan Dolly Masih Menggeliat

Pukul 23.30 WIB, Sabtu (14/6/2014) malam, arus lalu lintas di kawasan Jalan Jarak Surabaya padat merambat.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Jelang Penutupan Dolly Masih Menggeliat
KOMPAS
Kawasan Gang Dolly Surabaya 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA  - Pukul 23.30 WIB, Sabtu (14/6/2014) malam, arus lalu lintas di kawasan Jalan Jarak Surabaya padat merambat.

Seperti biasa, keramaian terpusat di pertigaan gang komplek lokalisasi Dolly, yang tepat berada di titik tengah Jalan Raya Jarak.

Semua jenis kendaraan yang melintas mengurangi kecepatannya karena hiruk pikuk pengunjung meluber hingga memenuhi jalan raya. Belum lagi, lebar jalan yang semakin sempit akibat banyaknya kendaraan yang parkir di sembarang sisi jalan.

Fenomena ini, hampir terjadi setiap akhir pekan, setiap Jumat malam, dan Sabtu Malam. Sebuah wisma di persimpangan terlihat dikerumuni pria. Mereka melihat dari kaca, beberapa perempuan yang tengah duduk santai di sofa dengan sebatang rokok di bibir merahnya.

Keramaian di jantung Kota Pahlawan itu seakan menghiraukan bahwa tiga hari ke depan, komplek lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara itu akan dialihfungsikan menjadi sentra ekonomi bisnis penunjang Kota Surabaya.

Pada 18 Juni nanti, Menteri Sosial Salim Segaf Aldjufri diagendakan memimpin langsung deklarasi penutupan lokalisasi Dolly.

Atas kebijakan inisiatif Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dengan dalih penegakan Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Larangan Pemanfaatan Bangunan untuk Aktifitas Prostitusi itu, gelombang perlawanan terus muncul.

Perlawanan datang dari para pekerja Dolly, dari kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK), pemilik wisma, mucikari hingga pedagang yang biasa meraup untung dari aktivitas prostitusi.

"Kalau ditutup, terus keluarga saya di desa makan apa, pemerintah jangan terlalu ikut campur urusan moral warganya," kata seorang mucikari yang mengaku bernama Riono, di sela-sela aktivitasnya mencari tamu di depan sebuah wisma di gang Dolly.

Soleh, mucikari lainnya menambahkan, dia berkomitmen dengan seluruh elemen pekerja Dolly, untuk menolak penutupan.

"Kami juga menolak semua jenis kompensasi yang akan diberikan kepada kami berupa pelatihan skill dan modal usaha yang besarnya tidak seberapa," tegasnya.

Para mucikari juga tidak akan menggubris kebijakan pemerintah yang akan menutup Dolly tiga hari mendatang. "Saya gak mau tahu, pokoknya akan terus bekerja, terserah pemerintah mau apa," ujar bapak dua orang anak ini.

Pemerintah memang akan memberikan kompensasi berupa pelatihan skill ekonomi dan modal usaha sebesar Rp 5 juta bagi PSK, mucikari, dan pedagang yang terkena dampak langsung penutupan Dolly.

Bagi pemilik wisma, Pemkot Surabaya menyiapkan Rp 16 miliar, bagi yang ingin menjual aset wismanya kepada Pemkot Surabaya. Ditutup 18 Juni atau kapanpun, lokalisasi Dolly tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi warga luar Kota Surabaya.

Namun tidak bagi Risma, Wali Kota perempuan pertama yang diusung PDI-P ini yakin, bahwa prostitusi bukanlah ladang pekerjaan, justru prostitusi membawa efek sosial yang besar, khususnya bagi masa depan anak-anak yang berada di sekitar lokalisasi.

"Saya akan tetap menutup Dolly, saya tidak gentar sedikitpun atas semua bentuk perlawanan, karena niat baik pasti dibantu Tuhan," kata Risma dalam satu kesempatan kesempatan.

Tags:
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas